CHARACTERISTICS OF BONDS
a. Bond Indenture/trust indenture
Adalah surat yang dibuat perusahaan bila mengeluarkan obligasi dengan para pemegang obligasi.
b. Face value
Adalah pengeluaran obligasi dibagi dalam lembar-lembar yang mungkin terdiri dari beberapa nilai nominal.
c. Registered bonds
Yaitu obligasi yang dapat dipindahkan setelah mendapatkan persetujuan pemegang terdahulu. Karena itu perusahaan haruslah mempunyai catatan mengenai para pemegang terdahulu. Karena itu perusahaan haruslah mempunyai catatan mengenai para pemegang obligasi.
d. Beare bonds
Yang disebut juga coupon bonds yaitu obligasi yang dapat dipindahkan dengan penyerahan obligasi tersebut. Setiap tanggal pembayaran bunga, pemegang obligasi menyobek kupon yang menyangkut dan menyerahkannya ke bank perusahaan untuk menerima bunganya. Jadi perusahaan tidak perlu memperhatikan identitas si pemilik.
e. Term bonds
Yaitu bila obligasi yang dikeluarkan jatuh tempo pada waktu bersamaan.
f. Serial bonds
Yaitu jika jatuh temponya terbagi di dalam beberapa tanggal.
g. Convertible bonds
Dari namanya berarti obligasi ini dapat ditukarkan dengan surat-surat berharha lainnya.
h. Callable bonds
Yaitu obligasi tersebut dapat di tarik kembali oleh perusahaan yang mengeluarkannya sebelum tanggal jatuhnya tempo.
i. Secured bonds
Yaitu obligasi yang mempunyai hak tuntutan atas harta perusahaan jika pada waktu tertentu perusahaan tidak dapat memenuhi kewajibannya. Harta yang dijaminkan dapat berbentuk gedung, inventaris saham atau obligasi yang dimiliki perusahaan.
j. Debenture bonds
Yaitu obligasi dikeluarkan yang didasari atas kepercayaan umum terhadap perusahaan yang mengeluarkannya.
diahayuastrini
Sabtu, 07 April 2012
Merajalelanya Minimarket di Indonesia
Merajalelanya Minimarket Di Indonesia
S
iapa yang tidak kenal dengan Indomart dan Alfamart ? Ya tentu semua orang di Indonesia kenal dan tidak asing di telinga masyarakat Indonesia. Indomart adalah salah satu mini market yang sudah merajalela di Indonesia, bahkan sampai ke pelosok-pelosok daerah pun ada mini market tersebut. Begitu juga dengan Alfamart saingan Indomart tersebut tidak mau kalah saing dengan Indomart yang kini mempunyai cabang lebih dari 4.955 gerai yang tersebar di Indonesia dan diharapkan bisa menjadi 5.755 gerai sampai akhir tahun nanti. Sedangkan saat ini Alfamart sudah mencapai lebih dari 4.800 gerai seperti hendak mengimbangi pertumbuhan jumlah gerai Indomaret- pesaing utamanya yang juga tumbuh pesat.
Sebenarnya selain Alfamart dan Indomaret masih banyak minimarket lain. Sebut saja Circle K, Starmart, Yomart, AMPM, dan beberapa nama lainnya. Namun, yang tampak di mata masyarakat adalah adu kuat antara Alfamart dan Indomaret. Maklum, kedua merek minimarket ini sangat agresif menggarap pasar hingga ke kawasan perumahan. Saking ketatnya bersaing, mereka seperti tak peduli dengan kedekatan lokasi toko. Dalam radius 10 meter, gampang sekali dijumpai toko Alfamart berhadapan dengan Indomaret. Bahkan, di beberapa tempat ada satu gerai Indomaret diapit dua Alfamart. Boleh jadi ini jurus Alfamart yang dimiliki oleh PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk untuk menekan Indomaret yang dimiliki oleh PT Indomarco Prismatama yang rata-rata gerainya lebih luas dibanding Alfamart.
Berdasarkan beberapa sharing dari konsumen, komparasinya sebagai berikut :
1. Segi kelengkapan produk, Indomaret lebih lengkap itemnya, mungkin karena didukung penuh oleh distribusi oleh group sendiri.
2. Segi pelayanan, Alfamart lebih unggul, karyawannya lebih ramah.
3. Segi harga, agak sulit membandingkan semua harga item, namun sepertinya Indomaret lebih murah.
Bisnis waralaba ritel modern seperti Indomaret dan Alfamart terus tumbuh menumbangkan ritel-ritel tradisional yang bermodal kecil. Tak hanya di kota, ritel modern juga telah mengepung pedesaan, salah satunya adalah di wilayah Palembang. Hampir semua kecamatan baik bagian Ulu maupun Ilir, terutama lokasi padat penduduk ada usaha franchise tersebut.
Kalau dilihat dari segi marketing tentu ini menguntungkan bagi Alfamart dan Indomart yang membuka gerai di daerah yang padat penduduknya dan masyarakat membeli di gerai mereka . Jika dilihat dari etika bisnis tentu sah sah saja membuka gerai baru dan meluaskan jaringannya selama persaingan itu sehat dan tidak membuat dampak yang sangat buruk bagi masyarakat luas.
Sementara itu, pesatnya pertumbuhan usaha ritel modern melalui jejaring waralaba di Metropolis dikhawatirkan bakal mematikan usaha pedagang ritel tradisional dan secara tidak disadari sistem ekonomi kita menjadi kapitalis dan demokrasi yang “kebablasan”. Coba lihat di daerah sekitar kita walaupun sudah ada warung tradisional Alfamart dan Indomart tetap membuka cabang gerai mereka. Tetntu ada dampak negatif dari banyaknya cabang Alfamart dan Indomart tersebut seperti akan menurunkan omset para pedagang warung tradisional.
Memang belanja di minimarket seperti Alfamart dan Indomart mempunyai kelebihan, selain seperti di pasar swalayan yang nyaman, bersih dan terkadang harga yang ditawarkan kepada masyarakat relatif murah dibanding warung tradisional. Apalagi selalu ada promo harga yang murah untuk produk-produk tertentu. Tentu saja strategi yang dipakai oleh mini market tersebut membuat para masyarakat atau konsumen tertarik untuk datang dan membelinya.
Seharusnya pedagang tradisional perlu diproteksi atau dilindungi, mengapa ? karena jika usaha waralaba tersebut dibiarkan menjamur, dikhawatirkan lambat laun pedagang ritel tradisional tidak akan habis tergusur akibat tidak mampu bersaing dengan ritel modern. Bisa menimbulkan masalah pengangguran.
Sebagai acuan untuk membuat aturan tersebut, pemerintah bisa menggunakan perangkat hukum yang ada yaitu Peraturan Presiden Nomor : 112/Tahun 2007 tentang Pasar Modern. Kemudian Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2008 tentang Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.
Dalam Permendag Nomor 53/2008 tersebut ditegaskan tentang aturan pengenaan potongan harga reguler, potongan harga tetap, potongan harga khusus, potongan harga promosi, dan biaya promosi. Itu jelas akan membatasi gerak ritel modern yang sering melakukan banting harga sehingga merugikan kelangsungan hidup pasar tradisional.
Jika ritel modern yang merupakan usaha padat modal tak dibatasi, tentu pedagang ritel tradisional bakal kalah bersaing. Sekarang setidaknya terdata ada sekitar 250 pedagang ritel tradisional di Palembang contohnya. Masing-masing usaha ritel tradisional atau warung agen yang besar tersebut mempekerjakan 2-5 orang. Itu artinya usaha tersebut menyerap 500-750 pekerja. Jika ritel tradisonal tersebut bangkrut akan terjadi pengangguran. Selain itu di ritel modern seperti Alfamart dan Indomart juga mempekerjakan sekitar 3-6 orang tenaga kerja. Sehingga jika ritel modern seperti Alfamart dan Indomart juga dibatasi maka selain akan mematikan orang yang mempunyai modal atau orang yang ingin berinvestasi maka juga akan sedikit menyerap tenaga kerja.
Meningkatnya jumlah pengangguran pun bisa berdampak pada naiknya angka kriminalitas di suatu daerah. Oleh karena itu perlu ada koridor untuk usaha ritel modern.
Maksudnya, ada daerah tertentu yang tidak boleh dimasuki atau dibangun ritel modern dan hanya diperuntukkan bagi ritel tradisional seperti daerah pelosok atau perkampungan. Jadi di daerah tersebut ritel modern jangan masuk, sehingga ritel tradisional dapat terus hidup dan berkembang. Harapannya, ritel tradisional dan modern tidak saling membunuh satu sama lain.
Tetapi jika ditelaah lagi kedua pasar tersebut yaitu ritel tradisional dan minimarket seperti Alfamart dan Indomart memiliki pangsa pasar yang berbeda. Bagi mereka yang ingin mendapatkan pelayanan dan kenyamanan tentu akan memilih belanja di usaha ritel modern seperti Alfamart dan Indomaret.
Lagipula, saat ini memang sudah saatnya memberikan kenyamanan kepada warga yang merupakan pelanggan dan pembeli. Mengenai proteksi bagi ritel tradisional pihak Pemerintah Kota tidak bisa lagi menahan masalah perizinan. Sebab, iklim investasi harus dibuka secara luas sehingga pembangunan dan perekonomian tumbuh pesat.
Saat ini saja free trade Cina-ASEAN sudah terbuka. Jadi mengapa pemerintah kota harus menahan seseorang yang ingin membuka usaha. Itu tentu akan mematikan orang yang akan berinvestasi lebih banyak lagi.
Semuanya pasti juga berharap agar ritel modern dapat membina warung kecil yang ada di sekitarnya sebagai bentuk tanggung jawab dan perhatian. Contohnya, salah satu minimarket memberikan gerobak pada ritel tradisional dan membina para pedagang ritel tradisional agar bisa mengembangkan usahanya menjadi lebih besar dan untuk acara tertentu mereka mungkin bisa bekerja sama dalam masalah pasokan barang, contohnya ritel modern seperti Alfamart dan Indomart mengambil atau memesan pasokan barang dari ritel tradisional, mungkin dengan cara tersebut ritel tradisional merasa tidak dirugikan dan mini market atau ritel modern bisa mengembangkan usahanya dan tidak merasa bersalah karena minimarket yang didirikan ritel tradisional menjadi bangkrut.
S
iapa yang tidak kenal dengan Indomart dan Alfamart ? Ya tentu semua orang di Indonesia kenal dan tidak asing di telinga masyarakat Indonesia. Indomart adalah salah satu mini market yang sudah merajalela di Indonesia, bahkan sampai ke pelosok-pelosok daerah pun ada mini market tersebut. Begitu juga dengan Alfamart saingan Indomart tersebut tidak mau kalah saing dengan Indomart yang kini mempunyai cabang lebih dari 4.955 gerai yang tersebar di Indonesia dan diharapkan bisa menjadi 5.755 gerai sampai akhir tahun nanti. Sedangkan saat ini Alfamart sudah mencapai lebih dari 4.800 gerai seperti hendak mengimbangi pertumbuhan jumlah gerai Indomaret- pesaing utamanya yang juga tumbuh pesat.
Sebenarnya selain Alfamart dan Indomaret masih banyak minimarket lain. Sebut saja Circle K, Starmart, Yomart, AMPM, dan beberapa nama lainnya. Namun, yang tampak di mata masyarakat adalah adu kuat antara Alfamart dan Indomaret. Maklum, kedua merek minimarket ini sangat agresif menggarap pasar hingga ke kawasan perumahan. Saking ketatnya bersaing, mereka seperti tak peduli dengan kedekatan lokasi toko. Dalam radius 10 meter, gampang sekali dijumpai toko Alfamart berhadapan dengan Indomaret. Bahkan, di beberapa tempat ada satu gerai Indomaret diapit dua Alfamart. Boleh jadi ini jurus Alfamart yang dimiliki oleh PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk untuk menekan Indomaret yang dimiliki oleh PT Indomarco Prismatama yang rata-rata gerainya lebih luas dibanding Alfamart.
Berdasarkan beberapa sharing dari konsumen, komparasinya sebagai berikut :
1. Segi kelengkapan produk, Indomaret lebih lengkap itemnya, mungkin karena didukung penuh oleh distribusi oleh group sendiri.
2. Segi pelayanan, Alfamart lebih unggul, karyawannya lebih ramah.
3. Segi harga, agak sulit membandingkan semua harga item, namun sepertinya Indomaret lebih murah.
Bisnis waralaba ritel modern seperti Indomaret dan Alfamart terus tumbuh menumbangkan ritel-ritel tradisional yang bermodal kecil. Tak hanya di kota, ritel modern juga telah mengepung pedesaan, salah satunya adalah di wilayah Palembang. Hampir semua kecamatan baik bagian Ulu maupun Ilir, terutama lokasi padat penduduk ada usaha franchise tersebut.
Kalau dilihat dari segi marketing tentu ini menguntungkan bagi Alfamart dan Indomart yang membuka gerai di daerah yang padat penduduknya dan masyarakat membeli di gerai mereka . Jika dilihat dari etika bisnis tentu sah sah saja membuka gerai baru dan meluaskan jaringannya selama persaingan itu sehat dan tidak membuat dampak yang sangat buruk bagi masyarakat luas.
Sementara itu, pesatnya pertumbuhan usaha ritel modern melalui jejaring waralaba di Metropolis dikhawatirkan bakal mematikan usaha pedagang ritel tradisional dan secara tidak disadari sistem ekonomi kita menjadi kapitalis dan demokrasi yang “kebablasan”. Coba lihat di daerah sekitar kita walaupun sudah ada warung tradisional Alfamart dan Indomart tetap membuka cabang gerai mereka. Tetntu ada dampak negatif dari banyaknya cabang Alfamart dan Indomart tersebut seperti akan menurunkan omset para pedagang warung tradisional.
Memang belanja di minimarket seperti Alfamart dan Indomart mempunyai kelebihan, selain seperti di pasar swalayan yang nyaman, bersih dan terkadang harga yang ditawarkan kepada masyarakat relatif murah dibanding warung tradisional. Apalagi selalu ada promo harga yang murah untuk produk-produk tertentu. Tentu saja strategi yang dipakai oleh mini market tersebut membuat para masyarakat atau konsumen tertarik untuk datang dan membelinya.
Seharusnya pedagang tradisional perlu diproteksi atau dilindungi, mengapa ? karena jika usaha waralaba tersebut dibiarkan menjamur, dikhawatirkan lambat laun pedagang ritel tradisional tidak akan habis tergusur akibat tidak mampu bersaing dengan ritel modern. Bisa menimbulkan masalah pengangguran.
Sebagai acuan untuk membuat aturan tersebut, pemerintah bisa menggunakan perangkat hukum yang ada yaitu Peraturan Presiden Nomor : 112/Tahun 2007 tentang Pasar Modern. Kemudian Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2008 tentang Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.
Dalam Permendag Nomor 53/2008 tersebut ditegaskan tentang aturan pengenaan potongan harga reguler, potongan harga tetap, potongan harga khusus, potongan harga promosi, dan biaya promosi. Itu jelas akan membatasi gerak ritel modern yang sering melakukan banting harga sehingga merugikan kelangsungan hidup pasar tradisional.
Jika ritel modern yang merupakan usaha padat modal tak dibatasi, tentu pedagang ritel tradisional bakal kalah bersaing. Sekarang setidaknya terdata ada sekitar 250 pedagang ritel tradisional di Palembang contohnya. Masing-masing usaha ritel tradisional atau warung agen yang besar tersebut mempekerjakan 2-5 orang. Itu artinya usaha tersebut menyerap 500-750 pekerja. Jika ritel tradisonal tersebut bangkrut akan terjadi pengangguran. Selain itu di ritel modern seperti Alfamart dan Indomart juga mempekerjakan sekitar 3-6 orang tenaga kerja. Sehingga jika ritel modern seperti Alfamart dan Indomart juga dibatasi maka selain akan mematikan orang yang mempunyai modal atau orang yang ingin berinvestasi maka juga akan sedikit menyerap tenaga kerja.
Meningkatnya jumlah pengangguran pun bisa berdampak pada naiknya angka kriminalitas di suatu daerah. Oleh karena itu perlu ada koridor untuk usaha ritel modern.
Maksudnya, ada daerah tertentu yang tidak boleh dimasuki atau dibangun ritel modern dan hanya diperuntukkan bagi ritel tradisional seperti daerah pelosok atau perkampungan. Jadi di daerah tersebut ritel modern jangan masuk, sehingga ritel tradisional dapat terus hidup dan berkembang. Harapannya, ritel tradisional dan modern tidak saling membunuh satu sama lain.
Tetapi jika ditelaah lagi kedua pasar tersebut yaitu ritel tradisional dan minimarket seperti Alfamart dan Indomart memiliki pangsa pasar yang berbeda. Bagi mereka yang ingin mendapatkan pelayanan dan kenyamanan tentu akan memilih belanja di usaha ritel modern seperti Alfamart dan Indomaret.
Lagipula, saat ini memang sudah saatnya memberikan kenyamanan kepada warga yang merupakan pelanggan dan pembeli. Mengenai proteksi bagi ritel tradisional pihak Pemerintah Kota tidak bisa lagi menahan masalah perizinan. Sebab, iklim investasi harus dibuka secara luas sehingga pembangunan dan perekonomian tumbuh pesat.
Saat ini saja free trade Cina-ASEAN sudah terbuka. Jadi mengapa pemerintah kota harus menahan seseorang yang ingin membuka usaha. Itu tentu akan mematikan orang yang akan berinvestasi lebih banyak lagi.
Semuanya pasti juga berharap agar ritel modern dapat membina warung kecil yang ada di sekitarnya sebagai bentuk tanggung jawab dan perhatian. Contohnya, salah satu minimarket memberikan gerobak pada ritel tradisional dan membina para pedagang ritel tradisional agar bisa mengembangkan usahanya menjadi lebih besar dan untuk acara tertentu mereka mungkin bisa bekerja sama dalam masalah pasokan barang, contohnya ritel modern seperti Alfamart dan Indomart mengambil atau memesan pasokan barang dari ritel tradisional, mungkin dengan cara tersebut ritel tradisional merasa tidak dirugikan dan mini market atau ritel modern bisa mengembangkan usahanya dan tidak merasa bersalah karena minimarket yang didirikan ritel tradisional menjadi bangkrut.
S
iapa yang tidak kenal dengan Indomart dan Alfamart ? Ya tentu semua orang di Indonesia kenal dan tidak asing di telinga masyarakat Indonesia. Indomart adalah salah satu mini market yang sudah merajalela di Indonesia, bahkan sampai ke pelosok-pelosok daerah pun ada mini market tersebut. Begitu juga dengan Alfamart saingan Indomart tersebut tidak mau kalah saing dengan Indomart yang kini mempunyai cabang lebih dari 4.955 gerai yang tersebar di Indonesia dan diharapkan bisa menjadi 5.755 gerai sampai akhir tahun nanti. Sedangkan saat ini Alfamart sudah mencapai lebih dari 4.800 gerai seperti hendak mengimbangi pertumbuhan jumlah gerai Indomaret- pesaing utamanya yang juga tumbuh pesat.
Sebenarnya selain Alfamart dan Indomaret masih banyak minimarket lain. Sebut saja Circle K, Starmart, Yomart, AMPM, dan beberapa nama lainnya. Namun, yang tampak di mata masyarakat adalah adu kuat antara Alfamart dan Indomaret. Maklum, kedua merek minimarket ini sangat agresif menggarap pasar hingga ke kawasan perumahan. Saking ketatnya bersaing, mereka seperti tak peduli dengan kedekatan lokasi toko. Dalam radius 10 meter, gampang sekali dijumpai toko Alfamart berhadapan dengan Indomaret. Bahkan, di beberapa tempat ada satu gerai Indomaret diapit dua Alfamart. Boleh jadi ini jurus Alfamart yang dimiliki oleh PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk untuk menekan Indomaret yang dimiliki oleh PT Indomarco Prismatama yang rata-rata gerainya lebih luas dibanding Alfamart.
Berdasarkan beberapa sharing dari konsumen, komparasinya sebagai berikut :
1. Segi kelengkapan produk, Indomaret lebih lengkap itemnya, mungkin karena didukung penuh oleh distribusi oleh group sendiri.
2. Segi pelayanan, Alfamart lebih unggul, karyawannya lebih ramah.
3. Segi harga, agak sulit membandingkan semua harga item, namun sepertinya Indomaret lebih murah.
Bisnis waralaba ritel modern seperti Indomaret dan Alfamart terus tumbuh menumbangkan ritel-ritel tradisional yang bermodal kecil. Tak hanya di kota, ritel modern juga telah mengepung pedesaan, salah satunya adalah di wilayah Palembang. Hampir semua kecamatan baik bagian Ulu maupun Ilir, terutama lokasi padat penduduk ada usaha franchise tersebut.
Kalau dilihat dari segi marketing tentu ini menguntungkan bagi Alfamart dan Indomart yang membuka gerai di daerah yang padat penduduknya dan masyarakat membeli di gerai mereka . Jika dilihat dari etika bisnis tentu sah sah saja membuka gerai baru dan meluaskan jaringannya selama persaingan itu sehat dan tidak membuat dampak yang sangat buruk bagi masyarakat luas.
Sementara itu, pesatnya pertumbuhan usaha ritel modern melalui jejaring waralaba di Metropolis dikhawatirkan bakal mematikan usaha pedagang ritel tradisional dan secara tidak disadari sistem ekonomi kita menjadi kapitalis dan demokrasi yang “kebablasan”. Coba lihat di daerah sekitar kita walaupun sudah ada warung tradisional Alfamart dan Indomart tetap membuka cabang gerai mereka. Tetntu ada dampak negatif dari banyaknya cabang Alfamart dan Indomart tersebut seperti akan menurunkan omset para pedagang warung tradisional.
Memang belanja di minimarket seperti Alfamart dan Indomart mempunyai kelebihan, selain seperti di pasar swalayan yang nyaman, bersih dan terkadang harga yang ditawarkan kepada masyarakat relatif murah dibanding warung tradisional. Apalagi selalu ada promo harga yang murah untuk produk-produk tertentu. Tentu saja strategi yang dipakai oleh mini market tersebut membuat para masyarakat atau konsumen tertarik untuk datang dan membelinya.
Seharusnya pedagang tradisional perlu diproteksi atau dilindungi, mengapa ? karena jika usaha waralaba tersebut dibiarkan menjamur, dikhawatirkan lambat laun pedagang ritel tradisional tidak akan habis tergusur akibat tidak mampu bersaing dengan ritel modern. Bisa menimbulkan masalah pengangguran.
Sebagai acuan untuk membuat aturan tersebut, pemerintah bisa menggunakan perangkat hukum yang ada yaitu Peraturan Presiden Nomor : 112/Tahun 2007 tentang Pasar Modern. Kemudian Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2008 tentang Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.
Dalam Permendag Nomor 53/2008 tersebut ditegaskan tentang aturan pengenaan potongan harga reguler, potongan harga tetap, potongan harga khusus, potongan harga promosi, dan biaya promosi. Itu jelas akan membatasi gerak ritel modern yang sering melakukan banting harga sehingga merugikan kelangsungan hidup pasar tradisional.
Jika ritel modern yang merupakan usaha padat modal tak dibatasi, tentu pedagang ritel tradisional bakal kalah bersaing. Sekarang setidaknya terdata ada sekitar 250 pedagang ritel tradisional di Palembang contohnya. Masing-masing usaha ritel tradisional atau warung agen yang besar tersebut mempekerjakan 2-5 orang. Itu artinya usaha tersebut menyerap 500-750 pekerja. Jika ritel tradisonal tersebut bangkrut akan terjadi pengangguran. Selain itu di ritel modern seperti Alfamart dan Indomart juga mempekerjakan sekitar 3-6 orang tenaga kerja. Sehingga jika ritel modern seperti Alfamart dan Indomart juga dibatasi maka selain akan mematikan orang yang mempunyai modal atau orang yang ingin berinvestasi maka juga akan sedikit menyerap tenaga kerja.
Meningkatnya jumlah pengangguran pun bisa berdampak pada naiknya angka kriminalitas di suatu daerah. Oleh karena itu perlu ada koridor untuk usaha ritel modern.
Maksudnya, ada daerah tertentu yang tidak boleh dimasuki atau dibangun ritel modern dan hanya diperuntukkan bagi ritel tradisional seperti daerah pelosok atau perkampungan. Jadi di daerah tersebut ritel modern jangan masuk, sehingga ritel tradisional dapat terus hidup dan berkembang. Harapannya, ritel tradisional dan modern tidak saling membunuh satu sama lain.
Tetapi jika ditelaah lagi kedua pasar tersebut yaitu ritel tradisional dan minimarket seperti Alfamart dan Indomart memiliki pangsa pasar yang berbeda. Bagi mereka yang ingin mendapatkan pelayanan dan kenyamanan tentu akan memilih belanja di usaha ritel modern seperti Alfamart dan Indomaret.
Lagipula, saat ini memang sudah saatnya memberikan kenyamanan kepada warga yang merupakan pelanggan dan pembeli. Mengenai proteksi bagi ritel tradisional pihak Pemerintah Kota tidak bisa lagi menahan masalah perizinan. Sebab, iklim investasi harus dibuka secara luas sehingga pembangunan dan perekonomian tumbuh pesat.
Saat ini saja free trade Cina-ASEAN sudah terbuka. Jadi mengapa pemerintah kota harus menahan seseorang yang ingin membuka usaha. Itu tentu akan mematikan orang yang akan berinvestasi lebih banyak lagi.
Semuanya pasti juga berharap agar ritel modern dapat membina warung kecil yang ada di sekitarnya sebagai bentuk tanggung jawab dan perhatian. Contohnya, salah satu minimarket memberikan gerobak pada ritel tradisional dan membina para pedagang ritel tradisional agar bisa mengembangkan usahanya menjadi lebih besar dan untuk acara tertentu mereka mungkin bisa bekerja sama dalam masalah pasokan barang, contohnya ritel modern seperti Alfamart dan Indomart mengambil atau memesan pasokan barang dari ritel tradisional, mungkin dengan cara tersebut ritel tradisional merasa tidak dirugikan dan mini market atau ritel modern bisa mengembangkan usahanya dan tidak merasa bersalah karena minimarket yang didirikan ritel tradisional menjadi bangkrut.
S
iapa yang tidak kenal dengan Indomart dan Alfamart ? Ya tentu semua orang di Indonesia kenal dan tidak asing di telinga masyarakat Indonesia. Indomart adalah salah satu mini market yang sudah merajalela di Indonesia, bahkan sampai ke pelosok-pelosok daerah pun ada mini market tersebut. Begitu juga dengan Alfamart saingan Indomart tersebut tidak mau kalah saing dengan Indomart yang kini mempunyai cabang lebih dari 4.955 gerai yang tersebar di Indonesia dan diharapkan bisa menjadi 5.755 gerai sampai akhir tahun nanti. Sedangkan saat ini Alfamart sudah mencapai lebih dari 4.800 gerai seperti hendak mengimbangi pertumbuhan jumlah gerai Indomaret- pesaing utamanya yang juga tumbuh pesat.
Sebenarnya selain Alfamart dan Indomaret masih banyak minimarket lain. Sebut saja Circle K, Starmart, Yomart, AMPM, dan beberapa nama lainnya. Namun, yang tampak di mata masyarakat adalah adu kuat antara Alfamart dan Indomaret. Maklum, kedua merek minimarket ini sangat agresif menggarap pasar hingga ke kawasan perumahan. Saking ketatnya bersaing, mereka seperti tak peduli dengan kedekatan lokasi toko. Dalam radius 10 meter, gampang sekali dijumpai toko Alfamart berhadapan dengan Indomaret. Bahkan, di beberapa tempat ada satu gerai Indomaret diapit dua Alfamart. Boleh jadi ini jurus Alfamart yang dimiliki oleh PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk untuk menekan Indomaret yang dimiliki oleh PT Indomarco Prismatama yang rata-rata gerainya lebih luas dibanding Alfamart.
Berdasarkan beberapa sharing dari konsumen, komparasinya sebagai berikut :
1. Segi kelengkapan produk, Indomaret lebih lengkap itemnya, mungkin karena didukung penuh oleh distribusi oleh group sendiri.
2. Segi pelayanan, Alfamart lebih unggul, karyawannya lebih ramah.
3. Segi harga, agak sulit membandingkan semua harga item, namun sepertinya Indomaret lebih murah.
Bisnis waralaba ritel modern seperti Indomaret dan Alfamart terus tumbuh menumbangkan ritel-ritel tradisional yang bermodal kecil. Tak hanya di kota, ritel modern juga telah mengepung pedesaan, salah satunya adalah di wilayah Palembang. Hampir semua kecamatan baik bagian Ulu maupun Ilir, terutama lokasi padat penduduk ada usaha franchise tersebut.
Kalau dilihat dari segi marketing tentu ini menguntungkan bagi Alfamart dan Indomart yang membuka gerai di daerah yang padat penduduknya dan masyarakat membeli di gerai mereka . Jika dilihat dari etika bisnis tentu sah sah saja membuka gerai baru dan meluaskan jaringannya selama persaingan itu sehat dan tidak membuat dampak yang sangat buruk bagi masyarakat luas.
Sementara itu, pesatnya pertumbuhan usaha ritel modern melalui jejaring waralaba di Metropolis dikhawatirkan bakal mematikan usaha pedagang ritel tradisional dan secara tidak disadari sistem ekonomi kita menjadi kapitalis dan demokrasi yang “kebablasan”. Coba lihat di daerah sekitar kita walaupun sudah ada warung tradisional Alfamart dan Indomart tetap membuka cabang gerai mereka. Tetntu ada dampak negatif dari banyaknya cabang Alfamart dan Indomart tersebut seperti akan menurunkan omset para pedagang warung tradisional.
Memang belanja di minimarket seperti Alfamart dan Indomart mempunyai kelebihan, selain seperti di pasar swalayan yang nyaman, bersih dan terkadang harga yang ditawarkan kepada masyarakat relatif murah dibanding warung tradisional. Apalagi selalu ada promo harga yang murah untuk produk-produk tertentu. Tentu saja strategi yang dipakai oleh mini market tersebut membuat para masyarakat atau konsumen tertarik untuk datang dan membelinya.
Seharusnya pedagang tradisional perlu diproteksi atau dilindungi, mengapa ? karena jika usaha waralaba tersebut dibiarkan menjamur, dikhawatirkan lambat laun pedagang ritel tradisional tidak akan habis tergusur akibat tidak mampu bersaing dengan ritel modern. Bisa menimbulkan masalah pengangguran.
Sebagai acuan untuk membuat aturan tersebut, pemerintah bisa menggunakan perangkat hukum yang ada yaitu Peraturan Presiden Nomor : 112/Tahun 2007 tentang Pasar Modern. Kemudian Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2008 tentang Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.
Dalam Permendag Nomor 53/2008 tersebut ditegaskan tentang aturan pengenaan potongan harga reguler, potongan harga tetap, potongan harga khusus, potongan harga promosi, dan biaya promosi. Itu jelas akan membatasi gerak ritel modern yang sering melakukan banting harga sehingga merugikan kelangsungan hidup pasar tradisional.
Jika ritel modern yang merupakan usaha padat modal tak dibatasi, tentu pedagang ritel tradisional bakal kalah bersaing. Sekarang setidaknya terdata ada sekitar 250 pedagang ritel tradisional di Palembang contohnya. Masing-masing usaha ritel tradisional atau warung agen yang besar tersebut mempekerjakan 2-5 orang. Itu artinya usaha tersebut menyerap 500-750 pekerja. Jika ritel tradisonal tersebut bangkrut akan terjadi pengangguran. Selain itu di ritel modern seperti Alfamart dan Indomart juga mempekerjakan sekitar 3-6 orang tenaga kerja. Sehingga jika ritel modern seperti Alfamart dan Indomart juga dibatasi maka selain akan mematikan orang yang mempunyai modal atau orang yang ingin berinvestasi maka juga akan sedikit menyerap tenaga kerja.
Meningkatnya jumlah pengangguran pun bisa berdampak pada naiknya angka kriminalitas di suatu daerah. Oleh karena itu perlu ada koridor untuk usaha ritel modern.
Maksudnya, ada daerah tertentu yang tidak boleh dimasuki atau dibangun ritel modern dan hanya diperuntukkan bagi ritel tradisional seperti daerah pelosok atau perkampungan. Jadi di daerah tersebut ritel modern jangan masuk, sehingga ritel tradisional dapat terus hidup dan berkembang. Harapannya, ritel tradisional dan modern tidak saling membunuh satu sama lain.
Tetapi jika ditelaah lagi kedua pasar tersebut yaitu ritel tradisional dan minimarket seperti Alfamart dan Indomart memiliki pangsa pasar yang berbeda. Bagi mereka yang ingin mendapatkan pelayanan dan kenyamanan tentu akan memilih belanja di usaha ritel modern seperti Alfamart dan Indomaret.
Lagipula, saat ini memang sudah saatnya memberikan kenyamanan kepada warga yang merupakan pelanggan dan pembeli. Mengenai proteksi bagi ritel tradisional pihak Pemerintah Kota tidak bisa lagi menahan masalah perizinan. Sebab, iklim investasi harus dibuka secara luas sehingga pembangunan dan perekonomian tumbuh pesat.
Saat ini saja free trade Cina-ASEAN sudah terbuka. Jadi mengapa pemerintah kota harus menahan seseorang yang ingin membuka usaha. Itu tentu akan mematikan orang yang akan berinvestasi lebih banyak lagi.
Semuanya pasti juga berharap agar ritel modern dapat membina warung kecil yang ada di sekitarnya sebagai bentuk tanggung jawab dan perhatian. Contohnya, salah satu minimarket memberikan gerobak pada ritel tradisional dan membina para pedagang ritel tradisional agar bisa mengembangkan usahanya menjadi lebih besar dan untuk acara tertentu mereka mungkin bisa bekerja sama dalam masalah pasokan barang, contohnya ritel modern seperti Alfamart dan Indomart mengambil atau memesan pasokan barang dari ritel tradisional, mungkin dengan cara tersebut ritel tradisional merasa tidak dirugikan dan mini market atau ritel modern bisa mengembangkan usahanya dan tidak merasa bersalah karena minimarket yang didirikan ritel tradisional menjadi bangkrut.
Lembaga Keuangan Internasional dan Kartu Plastik
Bab I
Pendahuluan
a. Latar Belakang
Banyak lembaga keuangan internasional yang menangani masalah keuangan atau perekonomian suatu negara, salah satu negara yang memanfaatkan fungsi dari lembaga keuangan internasional salah satu nya adalah Indonesia , bagi Indonesia peranan IMF (International Monetary Fund), ADB (Asian Development Bank), IDB (International Development Bank) dan CGI (Consultative Groups on Indonesia) secara langsung akan mempengaruhi operasional perbankan dalam negeri, namun dampaknya sangat besar terhadap kondisi perekonomian suatu negara.
Kartu plastik merupakan alat berbentuk kartu yang diterbitkan oleh suatu lembaga keuangan dan dapat digunakan untuk berbagai macam transaksi keuangan. Perkembagan penggunaan kartu plastik dalam berbagai bentuknya menunjukkan bahwa alat ini tidak hanya digunakan sebagai alat pembayaran tetapi juga untuk tujuan lain seperti penarikan uang tunai. Berdasarkan pertimbangan dapat dibawa berpergian dengan praktis, dapat digunakan sewaktu-waktu dan kemudahan penggunaan yang lain kartu plastik ini semakin luas digunakan untuk berbagai macam transaksi keuangan.
b. Tujuan penulisan
Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Pasar dan Lembaga Keuangan (PLK) Universitas Nasional yang membahas tentang lembaga keuangan internasional dan kartu plastik.
Tujuan karya tulis adalah sebagai berikut:
1. Lembaga keuangan internasional
• Mengetahui pengertian lembaga keuangan internasional.
• Memberikan informasi kepada mahasiswa, dosen, dan masyarakat tentang bentuk bentuk lembaga keuangan internasional
• Mendeskripsikan manfaat dari lembaga lembaga keuangan internasional.
2. Kartu Plastik
• Mendeskripsikan pengertian kartu plastik.
• Memberikan informasi tentang jenis-jenis kartu plastik.
• Menjelaskan keuntungan dan kerugian menggunakan kartu plastik.
• Mendeskripsikan tentang persyaratan untuk pemegang kartu plastik.
Bab II
Tinjauan Pustaka
A. Lembaga Keuangan Internasional
1. Pengertian Lembaga Keuangan
Menurut Kasmir (2001:329), lembaga keuangan internasional didirikan untuk menangani masalah-masalah keuangan yang bersifat internasional, baik berupa bantuan pinjaman atau bantuan lainnya.
Lembaga Keuangan Internasional adalah lembaga keuangan yang telah ditetapkan oleh lebih dari satu negara, dan merupakan subyek hukum internasional.
2. Bentuk-bentuk lembaga keuangan internasional
a. Bank Dunia
Bank Dunia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sebuah lembaga keuangan internasional yang memberikan pinjaman leverage ke negara-negara berkembang untuk program modal. Bank Dunia memiliki tujuan untuk mengurangi kemiskinan. Bank Dunia berbeda dari Kelompok Bank Dunia, di Bank Dunia hanya terdiri dari lima lembaga:
a. IBRD (International Bank for Reconstruction & Development), memberi pinjaman dan bantuan pembangunan bagi negara berpenghasilan menengah.
b. IDA (International Development Association) memberi kredit lunak dan mitra pembangunan untuk negara miskin.
c. IFC (International Finance Corporatation) memberi bantuan pembiayaan investasi bagi negara berkembang.
d. MIGA (Multilateral Invesment Guarantee Agency) memberi pinjaman, pengembangan skill dan sumber daya perlindungan kepada investor atas risiko politik.
e. ICSID (International Centre for the Settlement of Investrment Dispute) memberi bantuan arbitrasi dan penyelesaian atas permasalahan investor dengan negara, dimana lembaga ini berinvestasi.
Bank Dunia melihat lima faktor kunci yang diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lingkungan bisnis yang memungkinkan sebagai berikut :
a. Membangun kapasitas yaitu Memperkuat pemerintah dan pejabat pemerintah mendidik.
b. Infrastruktur penciptaan yaitu pelaksanaan hukum dan sistem
peradilan untuk dorongan bisnis, perlindungan dan hak milik individu dan menghormati kontrak.
c. Pengembangan Sistem Keuangan yaitu pembentukan sistem
yang kuat mampu mendukung upaya dari kredit mikro untuk pembiayaan usaha perusahaan yang lebih besar.
d. Memerangi korupsi Dukungan untuk negara-negara upaya
pemberantasan korupsi.
e. Penelitian, Konsultasi dan Pelatihan yaitu Bank Dunia menyediakan platform untuk penelitian tentang isu-isu pembangunan, konsultasi dan melaksanakan program-program pelatihan (berbasis web, on line, tele-/video conferencing dan ruang kelas berbasis) terbuka untuk mereka yang tertarik dari akademisi, mahasiswa, pemerintah dan organisasi non- pemerintah (LSM) perwira.
Bank Dunia memiliki peran ganda yang kontradiktif bahwa sebuah organisasi politik dan organisasi yang praktis. Sebagai organisasi politik, Bank Dunia harus memenuhi tuntutan dari donor dan pinjaman pemerintah, pasar modal swasta, dan organisasi internasional lainnya. Sebagai organisasi yang berorientasi aksi, itu harus netral, yang mengkhususkan diri dalam bantuan pembangunan, bantuan teknis, dan pinjaman. Bank Dunia kewajiban negara-negara donor dan pasar modal swasta telah menyebabkan untuk mengadopsi kebijakan yang menentukan bahwa kemiskinan yang terbaik adalah diatasi dengan penerapan “pasar” kebijakan-kebijakan.
b. Dana moneter internasional (IMF)
Dana Moneter Internasional (IMF) adalah sebuah organisasi internasional yang mengawasi sistem keuangan global dengan mengikuti kebijakan makroekonomi dari negara-negara anggota, terutama mereka yang memiliki dampak terhadap nilai tukar dan neraca pembayaran.Ini adalah suatu organisasi yang dibentuk dengan tujuan yang dinyatakan menstabilkan nilai tukar internasional dan memfasilitasi pembangunan ini juga menawarkan sangat leveraged pinjaman, terutama kepada negara-negara miskin.
Pendirian IMF di dasarkan kepada beberapa tujuan sebagaimana yang tercantum dalam aicles of agreement. Adapun tujuan tersebut adalah :
• Menjadi tempat secara permanen bagi pertemuan-pertemuan dan perundingan untuk mencapai kerja sama internasional dalam bidang keuangan.
• Membantu memperluas perdagangan internasional yang seimbang diantara anggotanya dan membantu perekonomian para anggotanya.
• Berusaha meniadakan competitive depresitions dan mengusahakan tercapainya stable exchange rates.
• menghilangkan exchange retrictions.
• membantu para anggota yang mengalami kesukaran dalam pinjaman luar negeri agar jangan mengambil tindakan-tindakan yang dapat merugikan negara yang bersangkutan dan negara lainnya. Tujuannya adalah memberikan kepercayaan kepada para anggotanya.
• mengurangi waktu dan besarnya disekuilibrium dalam neraca pembayaraan negara anggota IMF.
c. Bank Pembangunan Asia (ABD)
Bank Pembangunan Asia (ADB) adalah bank pembangunan daerah yang didirikan pada tahun 1966 untuk mempromosikan pembangunan ekonomi dan sosial di negara-negara Asia dan Pasifik melalui pinjaman dan bantuan teknis. Visi ADB merupakan wilayah yang bebas dari kemiskinan. Misinya adalah untuk membantu negara-negara anggota berkembang mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas kehidupan warganya.
Kerja dari Bank Pembangunan Asia (ADB) adalah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di Asia dan Pasifik, terutama 1,9 milyar yang hidup dengan kurang dari $ 2 per hari. Meskipun banyak kisah sukses, Asia dan Pasifik tetap rumah untuk dua pertiga dari kaum miskin di dunia.
d. Bank Pembangunan islam (IBD)
Bank Pembangunan Islam adalah lembaga keuangan internasional yang didirikan tahun mengikut Intent Pernyataan yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan Konferensi Negara-negara Muslim yang diselenggarakan di Jeddah pada Q’adah Dzul 1393H, sesuai dengan Desember 1973. The Inaugural Rapat Dewan Gubernur terjadi di Rajab 1395H, yang berkaitan Juli 1975, dan Bank secara resmi dibuka pada tanggal 15 Syawal 1395H yang sesuai sampai 20 Oktober 1975.
Fungsi badan ini adalah sebagai berikut :
• Mengatur investasi modal islam
• Menyeimbangkan antara investasi dan pembangunan di negara
islam.
• Memilih lahan/sektor yang cocok atau investasi dan mengatur
penelitiannya.
• Memberi saran dan bantuan teknis bagi proyek-proyek yang
dirancang untuuk investasi regional di negara-negara lain.
B. Kartu Plastik
Menurut Kasmir (2001 : 318 ). Adalah kartu plastik atau lebih dikenal dengan nama kartu kredit atau uang plastik yang mampu menggantikan fungsi uang sebagai alat pembayaran. Disamping itu kartu plastik ini dapat pula digunakan untuk berbagai keperluan sehingga kegunaannya menjadi multifungsi. Kartu plastik merupakan kartu yang dikeluarkan oleh bank atau lembaga non bank. Kartu plastik diberikan kepada nasabah untuk dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran di berbagai tempat seperti supermarket, pasar swalayan, hotel, restoran, tempt hiburan, dan tempat-tempat lainnya. Kartu ini juga dapat diuangkan di berbagai tempat seperti ATM (Automated Teller Machine).
1. Jenis-jenis kartu kredit :
Dilihat dari fungsi :
a. Charge Card
Merupakan kartu kredit dimana pemegang kartu harus melunasi semua penagihan yang terjadi atas dirinya sekaligus pada saat jatuh tempo.
b. Credit card
Merupakan suatu sistem dimana pemegang kartu dapat melunasi penagihan yang terjadi atas dirinya sekaligus atau secara angsuran pada saat jatuh tempo.
c. Debit Card
Merupakan kartu kredit yang pembayarannya atas penagihan nasabah melalui pendebitan atas rekening yang ada di bank dimana pada saat membuka kartu.
d. Cash Card
Merupakan kartu yang berfungsi sebagai alat penarikan tunai pada ATM maupun langsung di Teller Bank. Namun pembayaran cash ini tidak dapat dilakukan di luar bank.
e. Check Guarantee
Merupakan kartu yang digunakan sebagai jaminan dalam penarikan cek dan dapat pula digunakan untuk penarikan uang tunai.
Berdasarkan Wilayah
a. Kartu Lokal
Merupakan kartu kredit yang hanya dapat dilakukan dalam suatu wilayah tertentu misalnya diseluruh wilayah negara Indonesia. Contoh jenis kartu ini adalah BCA card.
b. Kartu Internasional
Merupakan kartu kredit yang dapat dilakukan lintas negara atau dapat digunakan di seluruh negara. Contoh jenis kartu ini adalah visa card, master card, dinners card atau american card.
2. Keuntungan bagi pemegang kartu antara lain:
a. Kemudahan berbelanja dengan cara kredit, jadi nasabah tidak perlu membawa uang tunai untuk melakukan transaksi.
b. Kemudahan memperoleh uang tunai selama 24 jam dan 7 hari dalam seminggu diberbagai tempat-tempat strategis, sehingga memudahkan untuk memenuhi keperluan uang tunai yang mendadak.
c. Bagi sebagian kalangan memegang kartu kredit memberikan kesan bonafiditas, sehingga memberikan kebanggan tersendiri.
3. Kerugian bagi nasabah pemegang kartu
Biasanya nasabah boros dalam berbelanja, hal ini karena nasbah merasa tidak mengeluarkan uang tunai untuk belanja, sehingga kadang-kadang ada hal-hal yang sebetulnya tidak perlu, dibelikan juga. Kemudian kerigian nasabah disebabkan karena sebagian pedagang membebankan biaya tambahan untuk setiap kali melakukan ttransaksi. Kerugian lainnya adalah adanya limit yang diberikan terkadang terlalu kecil.
4. Persyaratan pemegang kartu
• Nasabah mengajukan permohonan dengan mengisi formulir permohonan yang sudah disiapkan oleh lembaga penerbit.
• Nasabah melengkapi persyaratan yang dipersyaratkan seperti:
• Menyerahkan foto copy bukti diri seperti KTP
• Menyerahkan slip gaji atau surat keterangan penghasilan
• Pihak bank atau lembaga pembiayaan akan melakukan penelitian langsung ke alamat calon pemegang kartu dan lewat telepon. Tujuan penelitian ini untuk melihat kebenaran data yang dibuat serta kredibilitas dan kapabilitas nasabah tersebut. Penelitian juga ditujukan ke lembaga lain untuk melihat daftar black list nasabah.
• Pihak-pihak atau lembaga pembiayaan akan menyetujui penerbitan kartu jika dari hasil penelitian dianggap layak dan mengirimkan karrtu tersebut kepada nasabah.
BAB III
ANALISIS
1. Lembaga Keuangan Internasional
Bank Dunia menghadapi sejumlah tantangan dalam menerjemahkan komitmen retorisnya untuk mengurangi kemiskinan pada hasil-hasil yang dicapai di lapangan. Perubahan pendekatannya terhadap akar kemiskinan, memasukkan keadilan sebagai suatu sasaran, dan peningkatan konsensus tentang pinjaman dan penyesuaian struktural akan membutuhkan dukungan dari pihak terkait, terutama pemegang saham dan negara-negara peminjam secara bersamaan. Peningkatan sistematik atas peran serta masyarakat miskin dalam proyek-proyek Bank Dunia dan dalam perumusan kebijakan mungkin tantangan paling sulit yang dihadapi oleh Bank Dunia saat ini.
IMF adalah lembaga pemberi pinjaman terbesar kepada Indonesia. Lembaga internasional ini beranggotakan 182 negara. Kantor pusatnya terletak di Washington. Misi lembaga ini adalah mengupayakan stabilitas keuangan dan ekonomi melalui pemberian pinjaman sebagai bantuan keuangan temporer, guna meringankan penyesuaian neraca pembayaran. Sebuah negara akan meminta dana kepada IMF ketika sedang dilanda kiris ekonomi. Pinjaman tersebut terkait erat dengan berbagai persyaratan, yang disebut kondisionalitas.
Bank Pembangunan Asia (ADB) menyatakan bahwa berbagai lembaga keuangan atau institusi finansial internasional (IFI) berperan sangat penting sebagai katalisator penciptaan lapangan kerja di negara-negara berkembang.
Visi Islamic Development Bank (IBD)
Terdepan dalam usaha percepatan pembangunan sosial-ekonomi di negara anggota dan Masyarakat Muslim di Negara bukan anggota, berdasarkan prinsip-prinsip Syariah.
Yang dimaksud prinsip syari’ah antara lain :
• Menerapkan etika dan moral Islam
• Menjauhi hal-hal yang dilarang dan syubhat
• Pembiayaan bukan Pemberian kredit (pembiayaan dalam bentuk barang/jasa sesuai keperluan)
• Bertindak sebagai pembeli/penjual barang/jasa
• Tidak ada Commitment Fee
• Tidak ada bunga/interest
• Mengambil Keuntungan /Laba/Mark Up
2. Kartu Plastik
Perilaku Konsumen Kartu Kredit
Sebagian orang, atau mungkin Anda sekarang ini telah memiliki 4 kartu kredit atau bahkan lebih. Luar biasa, karena tidak semua orang mampu mendapatkan kartu kredit sebanyak itu. Tentu dibutuhkan manajemen yang ekstra untuk mengatur atau mengelola pembayarannya. Waktu jatuh tempo yang berbeda-beda terkadang membuat lupa untuk membayar dan tak terasa tagihan berikutnya sudah dibebani denda keterlambatan. Apalagi kalau kejadian ini acapkali terjadi, maka tak pelak tiap bulan Kita “membayar kelupaan tersebut”, bisa jadi cukup besar untuk ongkos lupa yang harusnya tak perlu terjadi.
Kontrol atau pengelolaan yang kurang baik dari pemegang kartu kredit dapat disebabkan beberapa hal, antara lain :
• Perilaku konsumtif dari konsumen kartu kredit hingga kartu kredit jadi sumber pemenuhan nafsu belanja yang berlebihan, lupa kalau uang sendiri sudah “bolong”.
• Mempunyai jumlah kartu kredit berlebihan, hingga melebihi dari pendapatan atau kemampuan financial yang ideal.
• Belum memahami biaya-biaya yang akan timbul
• Pemegang kartu kredit memaksakan persyaratan yang semestinya belum sesuai, akan tetapi tetap berhasrat ingin punya ‘kartu utang’ ini.
Penggunaan yang ideal atau positif dari kartu kredit
Kartu kredit merupakan salah satu alat pembayaran, jadi digunakan dengan positif tentu hasilnya positif, begitu pula sebaliknya.
Penggunaan kartu kredit secara bijak, akan menguntungkan penggunanya, bahkan pihak lain pun ikut menikmati keuntungan, seperti bank selaku penerbit kartu kredit, merchant dan pemegang kartu kredit.
Bagi konsumen atau pengguna kartu kredit, kartu kredit dapat dimanfaatkan untuk membantu pembayaran yang bersifat urgent atau insidentil. Pembayarannyapun dapat dilakukan lebih praktis dan aman bila dibandingkan dengan membawa segepok uang tunai untuk berbelanja. Dapat pula dimanfaatkan untuk berbelanja dengan harga diskon jika ada penawaran khusus dari bank penerbit kartu kredit.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Lembaga Keuangan Internasional
Bahwa lembaga keuangan internasional yang ada berfungsi untuk membantu masalah – masalah keuangan yang terjadi pada beberapa Negara. Meskipun lembaga keuangan internasional ada beberapa macam jenis, akan tetapi jika dilihat dari tujuan dan fungsinya tiap-tiap lembaga keuangan tersebut berbeda satu sama lain.
Lembaga keuangan internasional terdiri dari IMF, World Bank, IDB dan ADB. Keempat lembaga keuangan ini memiliki tugas dan tujuan membantu masalah finansial tiap-tiap Negara didunia. Akan tetapi, masing-masing keempat lembaga ini berbeda cara dalam menangani financial tiap-tiap Negara. Contohnya IMF membantu menstabilkan masalah financial Negara dengan cara memberikan pinjaman kepada Negara-negara yang miskin.
2. Kartu Plastik
Kartu plastik atau lebih dikenal dengan nama kartu kredit atau uang plastik yang mampu menggantikan fungsi uang sebagai alat pembayaran. Kartu plastik merupakan kartu yang dikeluarkan oleh bank atau lembaga non bank. Kartu plastik diberikan kepada nasabah untuk dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran di berbagai tempat seperti supermarket, pasar swalayan, hotel, restoran, tempt hiburan, dan tempat-tempat lainnya. Kartu ini juga dapat diuangkan di berbagai tempat seperti ATM (Automated Teller Machine).
Bagi nasabah, kartu plastik memiliki keuntungan dan kerugian Keuntungannya yaitu memudahkan transaksi dan memberikan kesan kebanggaan tersendiri bagi pemiliknya. Kerugiannya bagi nasabah yang memegang kartu plastik dapat membuat boros dalam berbelanja. Untuk pemegang kartu plastik juga memiliki persyaratan yang berlaku.
Pendahuluan
a. Latar Belakang
Banyak lembaga keuangan internasional yang menangani masalah keuangan atau perekonomian suatu negara, salah satu negara yang memanfaatkan fungsi dari lembaga keuangan internasional salah satu nya adalah Indonesia , bagi Indonesia peranan IMF (International Monetary Fund), ADB (Asian Development Bank), IDB (International Development Bank) dan CGI (Consultative Groups on Indonesia) secara langsung akan mempengaruhi operasional perbankan dalam negeri, namun dampaknya sangat besar terhadap kondisi perekonomian suatu negara.
Kartu plastik merupakan alat berbentuk kartu yang diterbitkan oleh suatu lembaga keuangan dan dapat digunakan untuk berbagai macam transaksi keuangan. Perkembagan penggunaan kartu plastik dalam berbagai bentuknya menunjukkan bahwa alat ini tidak hanya digunakan sebagai alat pembayaran tetapi juga untuk tujuan lain seperti penarikan uang tunai. Berdasarkan pertimbangan dapat dibawa berpergian dengan praktis, dapat digunakan sewaktu-waktu dan kemudahan penggunaan yang lain kartu plastik ini semakin luas digunakan untuk berbagai macam transaksi keuangan.
b. Tujuan penulisan
Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Pasar dan Lembaga Keuangan (PLK) Universitas Nasional yang membahas tentang lembaga keuangan internasional dan kartu plastik.
Tujuan karya tulis adalah sebagai berikut:
1. Lembaga keuangan internasional
• Mengetahui pengertian lembaga keuangan internasional.
• Memberikan informasi kepada mahasiswa, dosen, dan masyarakat tentang bentuk bentuk lembaga keuangan internasional
• Mendeskripsikan manfaat dari lembaga lembaga keuangan internasional.
2. Kartu Plastik
• Mendeskripsikan pengertian kartu plastik.
• Memberikan informasi tentang jenis-jenis kartu plastik.
• Menjelaskan keuntungan dan kerugian menggunakan kartu plastik.
• Mendeskripsikan tentang persyaratan untuk pemegang kartu plastik.
Bab II
Tinjauan Pustaka
A. Lembaga Keuangan Internasional
1. Pengertian Lembaga Keuangan
Menurut Kasmir (2001:329), lembaga keuangan internasional didirikan untuk menangani masalah-masalah keuangan yang bersifat internasional, baik berupa bantuan pinjaman atau bantuan lainnya.
Lembaga Keuangan Internasional adalah lembaga keuangan yang telah ditetapkan oleh lebih dari satu negara, dan merupakan subyek hukum internasional.
2. Bentuk-bentuk lembaga keuangan internasional
a. Bank Dunia
Bank Dunia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sebuah lembaga keuangan internasional yang memberikan pinjaman leverage ke negara-negara berkembang untuk program modal. Bank Dunia memiliki tujuan untuk mengurangi kemiskinan. Bank Dunia berbeda dari Kelompok Bank Dunia, di Bank Dunia hanya terdiri dari lima lembaga:
a. IBRD (International Bank for Reconstruction & Development), memberi pinjaman dan bantuan pembangunan bagi negara berpenghasilan menengah.
b. IDA (International Development Association) memberi kredit lunak dan mitra pembangunan untuk negara miskin.
c. IFC (International Finance Corporatation) memberi bantuan pembiayaan investasi bagi negara berkembang.
d. MIGA (Multilateral Invesment Guarantee Agency) memberi pinjaman, pengembangan skill dan sumber daya perlindungan kepada investor atas risiko politik.
e. ICSID (International Centre for the Settlement of Investrment Dispute) memberi bantuan arbitrasi dan penyelesaian atas permasalahan investor dengan negara, dimana lembaga ini berinvestasi.
Bank Dunia melihat lima faktor kunci yang diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lingkungan bisnis yang memungkinkan sebagai berikut :
a. Membangun kapasitas yaitu Memperkuat pemerintah dan pejabat pemerintah mendidik.
b. Infrastruktur penciptaan yaitu pelaksanaan hukum dan sistem
peradilan untuk dorongan bisnis, perlindungan dan hak milik individu dan menghormati kontrak.
c. Pengembangan Sistem Keuangan yaitu pembentukan sistem
yang kuat mampu mendukung upaya dari kredit mikro untuk pembiayaan usaha perusahaan yang lebih besar.
d. Memerangi korupsi Dukungan untuk negara-negara upaya
pemberantasan korupsi.
e. Penelitian, Konsultasi dan Pelatihan yaitu Bank Dunia menyediakan platform untuk penelitian tentang isu-isu pembangunan, konsultasi dan melaksanakan program-program pelatihan (berbasis web, on line, tele-/video conferencing dan ruang kelas berbasis) terbuka untuk mereka yang tertarik dari akademisi, mahasiswa, pemerintah dan organisasi non- pemerintah (LSM) perwira.
Bank Dunia memiliki peran ganda yang kontradiktif bahwa sebuah organisasi politik dan organisasi yang praktis. Sebagai organisasi politik, Bank Dunia harus memenuhi tuntutan dari donor dan pinjaman pemerintah, pasar modal swasta, dan organisasi internasional lainnya. Sebagai organisasi yang berorientasi aksi, itu harus netral, yang mengkhususkan diri dalam bantuan pembangunan, bantuan teknis, dan pinjaman. Bank Dunia kewajiban negara-negara donor dan pasar modal swasta telah menyebabkan untuk mengadopsi kebijakan yang menentukan bahwa kemiskinan yang terbaik adalah diatasi dengan penerapan “pasar” kebijakan-kebijakan.
b. Dana moneter internasional (IMF)
Dana Moneter Internasional (IMF) adalah sebuah organisasi internasional yang mengawasi sistem keuangan global dengan mengikuti kebijakan makroekonomi dari negara-negara anggota, terutama mereka yang memiliki dampak terhadap nilai tukar dan neraca pembayaran.Ini adalah suatu organisasi yang dibentuk dengan tujuan yang dinyatakan menstabilkan nilai tukar internasional dan memfasilitasi pembangunan ini juga menawarkan sangat leveraged pinjaman, terutama kepada negara-negara miskin.
Pendirian IMF di dasarkan kepada beberapa tujuan sebagaimana yang tercantum dalam aicles of agreement. Adapun tujuan tersebut adalah :
• Menjadi tempat secara permanen bagi pertemuan-pertemuan dan perundingan untuk mencapai kerja sama internasional dalam bidang keuangan.
• Membantu memperluas perdagangan internasional yang seimbang diantara anggotanya dan membantu perekonomian para anggotanya.
• Berusaha meniadakan competitive depresitions dan mengusahakan tercapainya stable exchange rates.
• menghilangkan exchange retrictions.
• membantu para anggota yang mengalami kesukaran dalam pinjaman luar negeri agar jangan mengambil tindakan-tindakan yang dapat merugikan negara yang bersangkutan dan negara lainnya. Tujuannya adalah memberikan kepercayaan kepada para anggotanya.
• mengurangi waktu dan besarnya disekuilibrium dalam neraca pembayaraan negara anggota IMF.
c. Bank Pembangunan Asia (ABD)
Bank Pembangunan Asia (ADB) adalah bank pembangunan daerah yang didirikan pada tahun 1966 untuk mempromosikan pembangunan ekonomi dan sosial di negara-negara Asia dan Pasifik melalui pinjaman dan bantuan teknis. Visi ADB merupakan wilayah yang bebas dari kemiskinan. Misinya adalah untuk membantu negara-negara anggota berkembang mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas kehidupan warganya.
Kerja dari Bank Pembangunan Asia (ADB) adalah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di Asia dan Pasifik, terutama 1,9 milyar yang hidup dengan kurang dari $ 2 per hari. Meskipun banyak kisah sukses, Asia dan Pasifik tetap rumah untuk dua pertiga dari kaum miskin di dunia.
d. Bank Pembangunan islam (IBD)
Bank Pembangunan Islam adalah lembaga keuangan internasional yang didirikan tahun mengikut Intent Pernyataan yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan Konferensi Negara-negara Muslim yang diselenggarakan di Jeddah pada Q’adah Dzul 1393H, sesuai dengan Desember 1973. The Inaugural Rapat Dewan Gubernur terjadi di Rajab 1395H, yang berkaitan Juli 1975, dan Bank secara resmi dibuka pada tanggal 15 Syawal 1395H yang sesuai sampai 20 Oktober 1975.
Fungsi badan ini adalah sebagai berikut :
• Mengatur investasi modal islam
• Menyeimbangkan antara investasi dan pembangunan di negara
islam.
• Memilih lahan/sektor yang cocok atau investasi dan mengatur
penelitiannya.
• Memberi saran dan bantuan teknis bagi proyek-proyek yang
dirancang untuuk investasi regional di negara-negara lain.
B. Kartu Plastik
Menurut Kasmir (2001 : 318 ). Adalah kartu plastik atau lebih dikenal dengan nama kartu kredit atau uang plastik yang mampu menggantikan fungsi uang sebagai alat pembayaran. Disamping itu kartu plastik ini dapat pula digunakan untuk berbagai keperluan sehingga kegunaannya menjadi multifungsi. Kartu plastik merupakan kartu yang dikeluarkan oleh bank atau lembaga non bank. Kartu plastik diberikan kepada nasabah untuk dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran di berbagai tempat seperti supermarket, pasar swalayan, hotel, restoran, tempt hiburan, dan tempat-tempat lainnya. Kartu ini juga dapat diuangkan di berbagai tempat seperti ATM (Automated Teller Machine).
1. Jenis-jenis kartu kredit :
Dilihat dari fungsi :
a. Charge Card
Merupakan kartu kredit dimana pemegang kartu harus melunasi semua penagihan yang terjadi atas dirinya sekaligus pada saat jatuh tempo.
b. Credit card
Merupakan suatu sistem dimana pemegang kartu dapat melunasi penagihan yang terjadi atas dirinya sekaligus atau secara angsuran pada saat jatuh tempo.
c. Debit Card
Merupakan kartu kredit yang pembayarannya atas penagihan nasabah melalui pendebitan atas rekening yang ada di bank dimana pada saat membuka kartu.
d. Cash Card
Merupakan kartu yang berfungsi sebagai alat penarikan tunai pada ATM maupun langsung di Teller Bank. Namun pembayaran cash ini tidak dapat dilakukan di luar bank.
e. Check Guarantee
Merupakan kartu yang digunakan sebagai jaminan dalam penarikan cek dan dapat pula digunakan untuk penarikan uang tunai.
Berdasarkan Wilayah
a. Kartu Lokal
Merupakan kartu kredit yang hanya dapat dilakukan dalam suatu wilayah tertentu misalnya diseluruh wilayah negara Indonesia. Contoh jenis kartu ini adalah BCA card.
b. Kartu Internasional
Merupakan kartu kredit yang dapat dilakukan lintas negara atau dapat digunakan di seluruh negara. Contoh jenis kartu ini adalah visa card, master card, dinners card atau american card.
2. Keuntungan bagi pemegang kartu antara lain:
a. Kemudahan berbelanja dengan cara kredit, jadi nasabah tidak perlu membawa uang tunai untuk melakukan transaksi.
b. Kemudahan memperoleh uang tunai selama 24 jam dan 7 hari dalam seminggu diberbagai tempat-tempat strategis, sehingga memudahkan untuk memenuhi keperluan uang tunai yang mendadak.
c. Bagi sebagian kalangan memegang kartu kredit memberikan kesan bonafiditas, sehingga memberikan kebanggan tersendiri.
3. Kerugian bagi nasabah pemegang kartu
Biasanya nasabah boros dalam berbelanja, hal ini karena nasbah merasa tidak mengeluarkan uang tunai untuk belanja, sehingga kadang-kadang ada hal-hal yang sebetulnya tidak perlu, dibelikan juga. Kemudian kerigian nasabah disebabkan karena sebagian pedagang membebankan biaya tambahan untuk setiap kali melakukan ttransaksi. Kerugian lainnya adalah adanya limit yang diberikan terkadang terlalu kecil.
4. Persyaratan pemegang kartu
• Nasabah mengajukan permohonan dengan mengisi formulir permohonan yang sudah disiapkan oleh lembaga penerbit.
• Nasabah melengkapi persyaratan yang dipersyaratkan seperti:
• Menyerahkan foto copy bukti diri seperti KTP
• Menyerahkan slip gaji atau surat keterangan penghasilan
• Pihak bank atau lembaga pembiayaan akan melakukan penelitian langsung ke alamat calon pemegang kartu dan lewat telepon. Tujuan penelitian ini untuk melihat kebenaran data yang dibuat serta kredibilitas dan kapabilitas nasabah tersebut. Penelitian juga ditujukan ke lembaga lain untuk melihat daftar black list nasabah.
• Pihak-pihak atau lembaga pembiayaan akan menyetujui penerbitan kartu jika dari hasil penelitian dianggap layak dan mengirimkan karrtu tersebut kepada nasabah.
BAB III
ANALISIS
1. Lembaga Keuangan Internasional
Bank Dunia menghadapi sejumlah tantangan dalam menerjemahkan komitmen retorisnya untuk mengurangi kemiskinan pada hasil-hasil yang dicapai di lapangan. Perubahan pendekatannya terhadap akar kemiskinan, memasukkan keadilan sebagai suatu sasaran, dan peningkatan konsensus tentang pinjaman dan penyesuaian struktural akan membutuhkan dukungan dari pihak terkait, terutama pemegang saham dan negara-negara peminjam secara bersamaan. Peningkatan sistematik atas peran serta masyarakat miskin dalam proyek-proyek Bank Dunia dan dalam perumusan kebijakan mungkin tantangan paling sulit yang dihadapi oleh Bank Dunia saat ini.
IMF adalah lembaga pemberi pinjaman terbesar kepada Indonesia. Lembaga internasional ini beranggotakan 182 negara. Kantor pusatnya terletak di Washington. Misi lembaga ini adalah mengupayakan stabilitas keuangan dan ekonomi melalui pemberian pinjaman sebagai bantuan keuangan temporer, guna meringankan penyesuaian neraca pembayaran. Sebuah negara akan meminta dana kepada IMF ketika sedang dilanda kiris ekonomi. Pinjaman tersebut terkait erat dengan berbagai persyaratan, yang disebut kondisionalitas.
Bank Pembangunan Asia (ADB) menyatakan bahwa berbagai lembaga keuangan atau institusi finansial internasional (IFI) berperan sangat penting sebagai katalisator penciptaan lapangan kerja di negara-negara berkembang.
Visi Islamic Development Bank (IBD)
Terdepan dalam usaha percepatan pembangunan sosial-ekonomi di negara anggota dan Masyarakat Muslim di Negara bukan anggota, berdasarkan prinsip-prinsip Syariah.
Yang dimaksud prinsip syari’ah antara lain :
• Menerapkan etika dan moral Islam
• Menjauhi hal-hal yang dilarang dan syubhat
• Pembiayaan bukan Pemberian kredit (pembiayaan dalam bentuk barang/jasa sesuai keperluan)
• Bertindak sebagai pembeli/penjual barang/jasa
• Tidak ada Commitment Fee
• Tidak ada bunga/interest
• Mengambil Keuntungan /Laba/Mark Up
2. Kartu Plastik
Perilaku Konsumen Kartu Kredit
Sebagian orang, atau mungkin Anda sekarang ini telah memiliki 4 kartu kredit atau bahkan lebih. Luar biasa, karena tidak semua orang mampu mendapatkan kartu kredit sebanyak itu. Tentu dibutuhkan manajemen yang ekstra untuk mengatur atau mengelola pembayarannya. Waktu jatuh tempo yang berbeda-beda terkadang membuat lupa untuk membayar dan tak terasa tagihan berikutnya sudah dibebani denda keterlambatan. Apalagi kalau kejadian ini acapkali terjadi, maka tak pelak tiap bulan Kita “membayar kelupaan tersebut”, bisa jadi cukup besar untuk ongkos lupa yang harusnya tak perlu terjadi.
Kontrol atau pengelolaan yang kurang baik dari pemegang kartu kredit dapat disebabkan beberapa hal, antara lain :
• Perilaku konsumtif dari konsumen kartu kredit hingga kartu kredit jadi sumber pemenuhan nafsu belanja yang berlebihan, lupa kalau uang sendiri sudah “bolong”.
• Mempunyai jumlah kartu kredit berlebihan, hingga melebihi dari pendapatan atau kemampuan financial yang ideal.
• Belum memahami biaya-biaya yang akan timbul
• Pemegang kartu kredit memaksakan persyaratan yang semestinya belum sesuai, akan tetapi tetap berhasrat ingin punya ‘kartu utang’ ini.
Penggunaan yang ideal atau positif dari kartu kredit
Kartu kredit merupakan salah satu alat pembayaran, jadi digunakan dengan positif tentu hasilnya positif, begitu pula sebaliknya.
Penggunaan kartu kredit secara bijak, akan menguntungkan penggunanya, bahkan pihak lain pun ikut menikmati keuntungan, seperti bank selaku penerbit kartu kredit, merchant dan pemegang kartu kredit.
Bagi konsumen atau pengguna kartu kredit, kartu kredit dapat dimanfaatkan untuk membantu pembayaran yang bersifat urgent atau insidentil. Pembayarannyapun dapat dilakukan lebih praktis dan aman bila dibandingkan dengan membawa segepok uang tunai untuk berbelanja. Dapat pula dimanfaatkan untuk berbelanja dengan harga diskon jika ada penawaran khusus dari bank penerbit kartu kredit.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Lembaga Keuangan Internasional
Bahwa lembaga keuangan internasional yang ada berfungsi untuk membantu masalah – masalah keuangan yang terjadi pada beberapa Negara. Meskipun lembaga keuangan internasional ada beberapa macam jenis, akan tetapi jika dilihat dari tujuan dan fungsinya tiap-tiap lembaga keuangan tersebut berbeda satu sama lain.
Lembaga keuangan internasional terdiri dari IMF, World Bank, IDB dan ADB. Keempat lembaga keuangan ini memiliki tugas dan tujuan membantu masalah finansial tiap-tiap Negara didunia. Akan tetapi, masing-masing keempat lembaga ini berbeda cara dalam menangani financial tiap-tiap Negara. Contohnya IMF membantu menstabilkan masalah financial Negara dengan cara memberikan pinjaman kepada Negara-negara yang miskin.
2. Kartu Plastik
Kartu plastik atau lebih dikenal dengan nama kartu kredit atau uang plastik yang mampu menggantikan fungsi uang sebagai alat pembayaran. Kartu plastik merupakan kartu yang dikeluarkan oleh bank atau lembaga non bank. Kartu plastik diberikan kepada nasabah untuk dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran di berbagai tempat seperti supermarket, pasar swalayan, hotel, restoran, tempt hiburan, dan tempat-tempat lainnya. Kartu ini juga dapat diuangkan di berbagai tempat seperti ATM (Automated Teller Machine).
Bagi nasabah, kartu plastik memiliki keuntungan dan kerugian Keuntungannya yaitu memudahkan transaksi dan memberikan kesan kebanggaan tersendiri bagi pemiliknya. Kerugiannya bagi nasabah yang memegang kartu plastik dapat membuat boros dalam berbelanja. Untuk pemegang kartu plastik juga memiliki persyaratan yang berlaku.
definisi sistem ekonomi kerakyatan
Definisi Sistem Ekonomi Kerakyatan
Dalam era reformasi sekarang ini,kita sering mendengar tentang sistem ekonomi kerakyatan yang dibandingkan dengan sistem ekonomi neoliberal. Pada tulisan sebelumnya kita membahas tentang sistem ekonomi neoliberal, dan sekarang mari kita membahas tentang apa sebenarnya sistem ekonomi kerakyatan itu?
Sistem Ekonomi Kerakyatan adalah Sistem Ekonomi Nasional Indonesia yang berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, bermoral Pancasila, dan menunjukkan pemihakan sungguh-sungguh pada ekonomi rakyat.
Ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan ekonomi rakyat. Dimana ekonomi rakyat sendiri adalah sebagai kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat kebanyakan (popular) yang dengan secara swadaya mengelola sumberdaya ekonomi apa saja yang dapat diusahakan dan dikuasainya, yang selanjutnya disebut sebagai Usaha Kecil dan Menegah (UKM) terutama meliputi sektor pertanian, peternakan, kerajinan, makanan, dsb., yang ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan keluarganya tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat lainnya.
Secara ringkas Konvensi ILO169 tahun 1989 memberi definisi ekonomi kerakyatan adalah ekonomi tradisional yang menjadi basis kehidupan masyarakat local dalam mempertahan kehidupannnya. Ekonomi kerakyatan ini dikembangkan berdasarkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat local dalam mengelola lingkungan dan tanah
mereka secara turun temurun. Aktivitas ekonomi kerakyatan ini terkait dengan ekonomi sub sisten antara lain pertanian tradisional seperti perburuan, perkebunan, mencari ikan, dan lainnnya kegiatan disekitar lingkungan alamnya serta kerajinan tangan dan industri rumahan. Kesemua kegiatan ekonomi tersebut dilakukan dengan pasar tradisional dan berbasis masyarakat, artinya hanya ditujukan untuk menghidupi dan memenuhi kebutuhan hidup
masyarakatnya sendiri. Kegiatan ekonomi dikembangkan untuk membantu dirinya sendiri dan masyarakatnya, sehingga tidak mengekploitasi sumber daya alam yang ada.
Gagasan ekonomi kerakyatan dikembangkan sebagai upaya alternatif dari para ahli ekonomi Indonesia untuk menjawab kegagalan yang dialami oleh negara negara berkembang termasuk Indonesia dalam menerapkan teori pertumbuhan. Penerapan teori pertumbuhan yang telah membawa kesuksesan di negara negara kawasan Eropa ternyata telah menimbulkan kenyataan lain di sejumlah bangsa yang berbeda. Salah satu harapan agar hasil dari pertumbuhan tersebut bisa dinikmati sampai pada lapisan masyarakat paling bawah, ternyata banyak rakyat di lapisan bawah tidak selalu dapat menikmati cucuran hasil pembangunan yang diharapkan itu. Bahkan di kebanyakan negara negara yang sedang berkembang, kesenjangan sosial ekonomi semakin melebar. Dari pengalaman ini, akhirnya dikembangkan berbagai alternatif terhadap konsep pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan. Pertumbuhan ekonomi tetap merupakan pertimbangan prioritas, tetapi pelaksanaannya harus serasi dengan pembangunan nasional yang berintikan pada manusia pelakunya.
Pembangunan yang berorientasi kerakyatan dan berbagai kebijaksanaan yang berpihak pada kepentingan rakyat. Dari pernyataan tersebut jelas sekali bahwa konsep, ekonomi kerakyatan dikembangkan sebagai upaya untuk lebih mengedepankan masyarakat. Dengan kata lain konsep ekonomi kerakyatan dilakukan sebagai sebuah strategi untuk
membangun kesejahteraan dengan lebih mengutamakan pemberdayaan masyarakat. Menurut Guru Besar, FE UGM ( alm ) Prof. Dr. Mubyarto, sistem Ekonomi kerakyatan adalah system ekonomi yang berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, dan menunjukkan pemihakan sungguh – sungguhpada ekonomi rakyat Dalam praktiknya, ekonomi kerakyatan dapat dijelaskan juga sebagai ekonomi jejaring ( network ) yang menghubung – hubungkan
sentra – sentra inovasi, produksi dan kemandirian usaha masyarakat ke dalam suatu jaringan berbasis teknologi informasi, untuk terbentuknya jejaring pasar domestik diantara sentara dan pelaku usaha masyarakat.
Sebagai suatu jejaringan, ekonomi kerakyatan diusahakan untuk siap bersaing dalam era globalisasi, dengan cara mengadopsi teknologi informasi dan sistem manajemen yang paling canggih sebagaimana dimiliki oleh lembaga “ lembaga bisnis internasional, Ekonomi kerakyatan dengan sistem kepemilikan koperasi dan publik. Ekomomi kerakyatan sebagai antitesa dari paradigma ekonomi konglomerasi berbasis produksi masal ala Taylorism. Dengan demikian Ekonomi kerakyatan berbasis ekonomi jaringan harus mengadopsi teknologi tinggi sebagai faktor pemberi nilai tambah terbesar dari proses ekonomi itu sendiri. Faktor skala ekonomi dan efisien yang akan menjadi dasar kompetisi bebas menuntut keterlibatan jaringan ekonomi rakyat, yakni berbagai sentra-sentra kemandirian ekonomi rakyat, skala besar kemandirian ekonomi rakyat, skala besar dengan pola pengelolaan yang menganut model siklus terpendek dalam bentuk yang sering disebut dengan pembeli .
Berkaitan dengan uraian diatas, agar sistem ekonomi kerakyatan tidak hanya berhenti pada tingkat wacana, sejumlah agenda konkret ekonomi kerakyatan harus segera diangkat kepermukaan. Secara garis besar ada lima agenda pokok ekonomi kerakyatan yang harus segera diperjuangkan. Kelima agenda tersebut merupakan inti dari poitik ekonomi kerakyatan dan menjadi titik masuk ( entry point) bagi terselenggarakannya system ekonomi kerakyatan dalam jangka panjang = Peningkatan disiplin pengeluaran anggaran dengan tujuan utama memerangi praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam segala bentuknya; Penghapusan monopoli melalui penyelenggaraan mekanisme ; persaingan yang berkeadilan ( fair competition) ; Peningkatan alokasi sumber-sumber penerimaan negara kepada pemerintah daerah.; Penguasaan dan redistribusi pemilikan lahan pertanian kepada petani penggarap ; Pembaharuan UU Koperasi dan pendirian koperasi-koperasi dalam berbagai bidang usaha dan kegiatan.
Yang perlu dicermati peningkatan kesejahteraan rakyat dalam konteks ekonomi kerakyatan tidak didasarkan pada paradigma lokomatif, melainkan pada paradigma fondasi. Artinya, peningkatan kesejahteraan tak lagi bertumpu pada
dominasi pemerintah pusat, modal asing dan perusahaan konglomerasi, melainkan pada kekuatan pemerintah daerah, persaingan yang berkeadilan, usaha pertanian rakyat sera peran koperasi sejati, yang diharapkan mampu berperan sebagai fondasi penguatan ekonomi rakyat. Strategi pembangunan yang memberdayakan ekonomi rakyat
merupakan strategi melaksanakan demokrasi ekonomi yaitu produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dan dibawah pimpinan dan pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat lebih diutamakan ketimbang kemakmuran orang seorang. Maka kemiskinan tidak dapat ditoleransi sehingga setiap kebijakan dan program pembangunan harus memberi manfaat pada mereka yang paling miskin dan paling kurang sejahtera. Inilah pembangunan generasi mendatang sekaligus memberikan jaminan sosial bagi mereka yang paling miskin dan tertinggal.
Yang menjadi masalah, struktur kelembagaan politik dari tingkat Kabupaten sampai ke tingkat komunitas yang ada saat ini adalah lebih merupakan alat control birokrasi terhadap masyarakat. Tidak mungkin ekonomi kerakyatan di wujudkan tanpa restrukturisasi kelembagaan politik di tingkat Distrik. Dengan demikian persoalan pengembangan
ekonomi rakyat juga tidak terlepas dari kelembagaan politik di tingkat Distrik. Untuk itu mesti tercipta iklim politik yang kondusif bagi pengembangan ekonomi rakyat. Di tingkat kampung dan Distrik bisadimulai dengan pendemokrasian pratana sosial politik, agar benar-benar yang inklusif dan partisiporis di tingkat Distrik untuk menjadi partner dan penekan birokrasi kampung dan Distrik agar memenuhi kebutuhan pembangunan rakyat.
Syarat mutlak berjalannya sistem ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial
• berdaulat di bidang politik
• mandiri di bidang ekonomi
• berkepribadian di bidang budaya
Yang mendasari paradigma pembangunan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial
• penyegaran nasionalisme ekonomi melawan segala bentuk ketidakadilan sistem dan kebijakan ekonomi
• pendekatan pembangunan berkelanjutan yang multidisipliner dan multikultural
• pengkajian ulang pendidikan dan pengajaran ilmu-ilmu ekonomi dan sosial di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi
Sekilas tentang Sistem Ekonomi Kerakyatan
Bung Hatta dalam Daulat Rakyat (1931) menulis artikel berjudul Ekonomi Rakyat dalam Bahaya, sedangkan Bung Karno 3 tahun sebelumnya (Agustus 1930) dalam pembelaan di Landraad Bandung menulis nasib ekonomi rakyat sebagai berikut:
“Ekonomi Rakyat oleh sistem monopoli disempitkan, sama sekali didesak dan dipadamkan (Soekarno, Indonesia Menggugat, 1930: 31)”
Jika kita mengacu pada Pancasila dasar negara atau pada ketentuan pasal 33 UUD 1945, maka memang ada kata kerakyatan tetapi harus tidak dijadikan sekedar kata sifat yang berarti merakyat. Kata kerakyatan sebagaimana bunyi sila ke-4 Pancasila harus ditulis lengkap yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang artinya tidak lain adalah demokrasi ala Indonesia. Jadi ekonomi kerakyatan adalah (sistem) ekonomi yang demokratis. Pengertian demokrasi ekonomi atau (sistem) ekonomi yang demokratis termuat lengkap dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi:
“Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.
Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang! Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-orang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya.
Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada di tangan orang-seorang.
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Memang sangat disayangkan bahwa penjelasan tentang demokrasi ekonomi ini sekarang sudah tidak ada lagi karena seluruh penjelasan UUD 1945 diputuskan MPR untuk dihilangkan dengan alasan naif, yang sulit kita terima, yaitu “di negara negara lain tidak ada UUD atau konstitusi yang memakai penjelasan.
Tujuan yang diharapkan dari penerapan Sistem Ekonomi Kerakyatan
• Membangun Indonesia yang berdikiari secara ekonomi, berdaulat secara politik, dan berkepribadian yang berkebudayaan
• Mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan
• Mendorong pemerataan pendapatan rakyat
• Meningkatkan efisiensi perekonomian secara nasional
LIMA HAL POKOK YANG HARUS SEGERA DIPERJUANGKAN AGAR SISTEM EKONOMI KERAKYATAN TIDAK HANYA MENJADI WACANA SAJA
1. Peningkatan disiplin pengeluaran anggaran dengan tujuan utama memerangi praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam segala bentuknya
2. Penghapusan monopoli melalui penyelenggaraan mekanisme persaingan yang berkeadilan (fair competition)
3. Peningkatan alokasi sumber-sumber penerimaan negara kepada pemerintah daerah
4. Penguasaan dan redistribusi pemilikan lahan pertanian kepada petani penggarap
5. Pembaharuan UU Koperasi dan pendirian koperasi-koperasi “ sejati” dalam berbagai bidan usaha dan kegiatan. Yang perlu dicermati, peningkatan kesejahteraan rakyat dalam konteks ekonomi kerakyatan tidak didasarkan pada paradigma lokomatif, melainkan pada paradigma fondasi.
EKONOMI KERAKYATAN DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI RAKYAT:
SUATU KAJIAN KONSEPTUAL
Ekonomi Kerakyatan dan Sistem Ekonomi Pasar
Ekonomi rakyat tumbuh secara natural karena adanya sejumlah potensi ekonomi disekelilingnya. Mulanya mereka tumbuh tanpa adanya insentif artifisial apapun, atau dengan kata lain hanya mengandalkan naluri usaha dan kelimpahan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, serta peluang pasar. Perlu dipahami bahwa dalam ruang ekonomi nasional pun terdapat sejumlah aktor ekonomi (konglomerat) dengan bentuk usaha yang kontras dengan apa yang diragakan oleh sebagian besar pelaku ekonomi rakyat. Memiliki modal yang besar, mempunyai akses pasar yang luas, menguasai usaha dari hulu ke hilir, menguasai teknologi produksi dan menejemen usaha modern. Kenapa mereka tidak digolongkan juga dalam ekonomi kerakyatan?. Karena jumlahnya hanya sedikit sehingga tidak merupakan representasi dari kondisi ekonomi rakyat yang sebenarnya. Atau dengan kata lain, usaha ekonomi yang diragakan bernilai ekstrim terhadap totalitas ekonomi nasional. Golongan yang kedua ini biasanya (walaupun tidak semua) lebih banyak tumbuh karena mampu membangun partner usaha yang baik dengan penguasa sehingga memperoleh berbagai bentuk kemudahan usaha dan insentif serta proteksi bisnis. Mereka lahir dan berkembang dalam suatu sistem ekonomi yang selama ini lebih menekankan pada peran negara yang dikukuhkan (salah satunya) melalui pengontrolan perusahan swasta dengan rezim insentif yang memihak serta membangun hubungan istimewa dengan pengusaha-pengusaha yang besar yang melahirkan praktik-praktik anti persaingan.
Lahirnya sejumlah pengusaha besar (konglomerat) yang bukan merupakan hasil derivasi dari kemampuan menejemen bisnis yang baik menyebabkan fondasi ekonomi nasional yang dibangun berstruktur rapuh terhadap persaingan pasar. Mereka tidak bisa diandalkan untuk menopang perekonomian nasional dalam sistem ekonomi pasar. Padahal ekonomi pasar diperlukan untuk menentukan harga yang tepat (price right) untuk menentukan posisi tawar-menawar yang imbang. Saya perlu menggaris bawahi bahwa yang patut mendapat kesalahan terhadap kegagalan pembangunan ekonomi nasional selama regim orde baru adalah implementasi kebijakan pembangunan ekonomi nasional yang tidak tepat dalam sistem ekonomi pasar, bukan ekonomi pasar itu sendiri. Dalam pemahaman seperti ini, saya merasa kurang memiliki justifikasi empirik untuk mempertanyakan kembali sistem ekonomi pasar, lalu mencari suatu sistem dan paradigma baru di luar sistem ekonomi pasar untuk dirujuk dalam pembangunan ekonomi nasional. Bagi saya dunia “pasar” Adam Smith adalah suatu dunia yang indah dan adil untuk dibayangkan. Tapi sayangnya sangat sulit untuk diacu untuk mencapai keseimbangan dalam tatanan perekonomian nasional. Karena konsep “pasar” yang disodorkan oleh Adam Smit sesungguhnya tidak pernah ada dan tidak pernah akan ada. Namun demikian tidak harus diartikan bahwa konsep pasar Adam Smith yang relatif bersifat utopis ini harus diabaikan. Persepektif yang perlu dianut adalah bahwa keindahan, keadilan dan keseimbangan yang dibangun melalui mekanisme “pasar”nya Adam Smith adalah sesuatu yang harus diakui keberadaannya, minimal telah dibuktikan melalui suatu review teoritis. Yang perlu dilakukan adalah upaya untuk mendekati kondisi indah, adil, dan seimbang melalui berbagai regulasi pemerintah sebagai wujud intervensi yang berimbang dan kontekstual. Bukan sebaliknya membangun suatu format lain di luar “ekonomi pasar” untuk diacu dalam pembangunan ekonomi nasional, yang keberhasilannya masih mendapat tanda tanya besar atau minimal belum dapat dibuktikan melalui suatu kajian teoritis-empiris.
Mari kita membedah lebih jauh tentang konsep ekonomi kerakyatan. Pengalaman pembangunan ekonomi Indonesia yang dijalankan berdasarkan mekanisme pasar sering tidak berjalan dengan baik, khusunya sejak masa orde baru. Kegagalan pembangunan ekonomi yang diragakan berdasarkan mekanisme pasar ini antara lain karena kegagalan pasar itu sendiri, intervensi pemerintah yang tidak benar, tidak efektifnya pasar tersebut berjalan, dan adanya pengaruh eksternal. Kemudian sejak sidang istimewa (SI) 1998, dihasilkan suatu TAP MPR mengenai Demokrasi Ekonomi, yang antara lain berisikan tentang keberpihakan yang sangat kuat terhadap usaha kecil-menengah serta koperasi. Keputusan politik ini sebenarnya menandai suatu babak baru pembangunan ekonomi nasional dengan perspektif yang baru, di mana bangun ekonomi yang mendominasi regaan struktur ekonomi nasional mendapat tempat tersendiri. Komitmen pemerintah untuk mengurangi gap penguasaan aset ekonomi antara sebagian besar pelaku ekonomi di tingkat rakyat dan sebagian kecil pengusaha besar (konglomerat), perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak. Hasil yang diharapkan adalah terciptanya struktur ekonomi yang berimbang antar pelaku ekonomi dalam negeri, demi mengamankan pencapaian target pertumbuhan (growth) (Gillis et al., 1987). Bahwa kegagalan kebijakan pembangunan ekonomi nasional masa orde baru dengan keberpihakan yang berlebihan terhadap kelompok pengusaha besar perlu diubah. Sudah saatnya dan cukup adil jika pengusaha kecil –menengah dan bangun usaha koperasi mendapat kesempatan secara ekonomi untuk berkembang sekaligus mengejar ketertinggalan yang selama ini mewarnai buruknya tampilan struktur ekonomi nasional. Sekali lagi, komitmen politik pemerintah ini perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak. Hal yang masih kurang jelas dalam TAP MPR dimaksud adalah apakah perspektif pembangunan nasional dengan keberpihakan kepada usaha kecil-menengah dan koperasi ini masih dijalankan melalui mekanisme pasar? Dalam arti apakah intervensi pemerintah dalam bentuk keberpihakan kepada usaha kecil-menengah dan koperasi ini adalah benar-benar merupakan affirmative action untuk memperbaiki distorsi pasar yang selama ini terjadi karena bentuk campur tangan pemerintah dalam pasar yang tidak benar? Ataukah pemerintah mulai ragu dengan bekerjanya mekanisme pasar itu sendiri sehingga berupaya untuk meninggalkannya dan mencoba merujuk pada suatu mekanisme sistem ekonomi yang baru ?. Nampaknya kita semua berada pada pilahan yang dilematis. Mau meninggalkan mekanisme pasar dalam sistem ekonomi nasional, kita masih ragu-ragu, karena pengalaman keberhasilan pembangunan ekonomi negara-negara maju saat ini selalu merujuk pada bekerjanya mekanisme pasar. Mau merujuk pada bekerja suatu mekanisme yang baru (apapun namanya), dalam prakteknya belum ada satu negarapun yang cukup berpengalaman serta yang paling penting menunjukkan keberhasilan nyata, bahkan kita sendiri belum berpengalaman (ibarat membeli kucing dalam karung). Bukti keragu-raguan ini tercermin dalam TAP MPR hasil sidang istimewa itu sendiri, dimana demokrasi ekonomi nasional tidak semata-mata dijalankan dengan keberpihakan habis-habisan pada usaha kecil-menengah dan koperasi, tapi perusahaan swasta besar dan BUMN tetap mendapat tempat bahkan mempunyai peran yang sangat strategis.
Bagi saya, sebenarnya keragu-raguan ini tidak perlu terjadi, jika kita semua jernih melihat dan jujur untuk mengakui bahwa kegagalan-kegagalan pembangunan ekonomi nasional selama ini terjadi bukan disebabkan oleh karena ketidakmampuan mekanisme pasar mendukung keberhasilan pembangunan ekonomi nasional, tetapi lebih disebabkan karena pasar sendiri tidak diberi kesempatan untuk bekerja secara baik. Bentuk campur tangan pemerintah (orde baru) yang seharusya diarahkan untuk menjamin bekerjanya mekanisme pasar guna mendukung keberhasilan pembangunan ekonomi nasional, ternyata dalam prakteknya lebih diarahkan pada keberpihakan yang berlebihan pada pengusaha besar (konglomerat) dalam bentuk insentif maupun regim proteksi yang ekstrim. Pengalaman pembangunan ekonomi nasional dengan kebijakan proteksi bagi kelompok industri tertentu (yang diasumsikan sebagai infant industry) dan diharapkan akan menjadi “lokomotif “ yang akan menarik gerbong ekonomi lainnya, pada akhirnya bermuara pada incapability dan inefficiency dari industri yang bersangkutan (contoh kebijakan pengembangan industri otomotif). Periode waktu yang telah ditetapkan untuk berkembang menjadi suatu bisnis yang besar dalam skala dan skop serta melibatkan sejumlah besar pelaku ekonomi di dalamnya, menjadi tidak bermakna saat dihadapkan pada kenyataan bahwa bisnis yang bersangkutan masih tetap berada pada level perkembangan “bayi”, karena dimanjakan oleh berbagai insentif dan berbagai bentuk proteksi.
Saya juga kurang setuju dengan pendapat bahwa mekanisme pasar tidak dapat menjalankan fungsi sosial dalam pembangunan ekonomi nasional. Pendapat seperti ini juga tidak benar secara absolut. Buktinya negara-negara maju yang selalu merujuk pada bekerjanya mekanisme pasar secara baik, mampu menjalankan fungsi sosial dalam pembangunan ekonominya secara baik pula. Sudah menjadi pengetahuan yang luas bahwa negara-negara maju (termasuk beberapa negara berkembang, seperti Singapura) mempunyai suatu sistem social security jangka panjang (yang berfungsi secara permanen) untuk membantu kelompok masyarakat yang inferior dalam kompetisi memperoleh akses ekonomi. Justru negara-negara yang masih setengah hati mendorong bekerjanya mekanisme pasar (seperti Indonesia) tidak mampu menjalankan fungsi sosial dalam pembangunan ekonominya secara mantap. Sebenarnya sudah banyak program jaminan sosial temporer semacam JPS di Indonesia, namun pelaksanaannya masih jauh dari memuaskan, karena kurang mantapnya perencanaan, terjadi banyak penyimpangan dalam implementasi, serta lemahnya pengawasan.
Fungsi sosial dapat berjalan dengan baik dalam mekanisme pasar, jika ada intervensi pemerintah melalui perpajakan, instrumen distribusi kekayaan dan pendapatan, sistem jaminan sosial, sistem perburuhan, dsb. Ini yang namanya affirmative action yang terarah oleh pemerintah dalam mekanisme pasar (Bandingkan dengan pendapat Anggito Abimanyu, 2000).
Jadi yang salah selama ini bukan mekanisme pasar, tetapi kurang adanya affirmative action yang jelas oleh pemerintah demi menjamin bekerjanya mekanisme pasar. Yang disebut dengan affirmative action seharusnya lebih dutujukkan pada disadvantage group (sebagian besar rakyat kecil), bukan sebaliknya pada konglomerat. Kalau begitu logikanya, maka kurang ada justifikasi logis yang jelas untuk mengabaikan bekerjanya mekanisme pasar dalam mendukung keberhasilan pembangunan ekonomi nasional. Apalagi dengan merujuk pada suatu mekanisme sistem ekonomi yang baru. Ini sama artinya dengan “sakit di kaki, kepala yang dipenggal”. Bagi saya, harganya terlalu mahal bagi rakyat jika kita mencoba-coba dengan sesuatu yang tidak pasti. Pada saat yang sama, rakyat sudah terlalu lama menunggu dengan penuh pengorbanan, untuk melihat keberhasilan pembangunan ekonomi nasional yang dapat dinikmati secara bersama.
Perlu dicatat, bahwa disamping obyek keberpihakan selama pemerintah orde baru dalam kebijakan ekonomi nasionalnya salah alamat, pemerintah sendiri kurang mempunyai acuan yang jelas tentang kapan seharusnya phasing-out process diintrodusir dalam tahapan intervensi, demi mengkreasi bekerjanya mekanisme pasar dalam program pembangunan ekonomi nasional. Akibatnya tidak terjadi proses pendewasaan (maturity) terhadap obyek keberpihakan (dalam mekanisme pasar) untuk mengambil peran sebagai lokomotif keberhasilan pembangunan ekonomi nasional.
Pertanyaan selanjutnya adalah apa yang salah atau kurang sempurna dengan konsep ekonomi kerakyatan?. Sejak awal saya katakan bahwa semua pihak perlu mendukung affirmative action policy pada usaha kecil-menengah dan koperasi yang diambil oleh pemerintah sesuai dengan tuntutan TAP MPR. Pembangunan harus dikembangkan dengan berbasiskan ekonomi domestik (bila perlu pada daerah kabupaten/kota) dengan tingkat kemandirian yang tinggi, kepercayaan diri dan kesetaraan, meluasnya kesempatan berusaha dan pendapatan, partisipatif, adanya persaingan yang sehat, keterbukaan/demokratis, dan pemerataan yang berkeadilan. Semua ini merupakan ciri-ciri dari Ekonomi Kerakyatan yang kita tuju bersama (Prawirokusumo, 2001). Kita akan membahas lebih jauh tentang kekurangan konsep ekonomi kerakyatan yang di dengungkan oleh pemerintah pada sub-pokok bahasan di bawah ini.
Ekonomi Kerakyatan dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat
Perlu digarisbawahi bahwa ekonomi kerakyatan tidak bisa hanya sekedar komitmen politik untuk merubah kecenderungan dalam sistem ekonomi orde baru yang amat membela kaum pengusaha besar khususnya para konglomerat. Perubahan itu hendaknya dilaksanakan dengan benar-benar memberi perhatian utama kepada rakyat kecil lewat program-program operasional yang nyata dan mampu merangsang kegiatan ekonomi produktif di tingkat rakyat sekaligus memupuk jiwa kewirausahaan. Tidak dapat disangkal bahwa membangun ekonomi kerakyatan membutuhkan adanya komitmen politik (political will), tetapi menyamakan ekonomi kerakyatan dengan praktek membagi-bagi uang kepada rakyat kecil (saya tidak membuat penilaian terhadap sistem JPS), adalah sesuatu kekeliruan besar dalam perspektif ekonomi kerakyatan yang benar. Praktek membagi-bagi uang kepada rakyat kecil sangat tidak menguntungkan pihak manapun, termasuk rakyat kecil sendiri (Bandingkan dengan pendapat Ignas Kleden, 2000). Pendekatan seperti ini jelas sangat berbeda dengan apa yang dimaksud dengan affirmative action. Aksi membagi-bagi uang secara tidak sadar menyebabkan usaha kecil-menengah dan koperasi yang selama ini tidak berdaya untuk bersaing dalam suatu mekanisme pasar, menjadi sangat tergantung pada aksi dimaksud. Sebenarnya yang harus ada pada tangan obyek affirmative action adalah kesempatan untuk berkembang dalam suatu mekanisme pasar yang sehat, bukan cash money/cash material. Jika pemahaman ini tidak dibangun sejak awal, maka saya khawatir cerita keberpihakan yang salah selama masa orde baru kembali akan terulang. Tidak terjadi proses pendewasaan (maturity) dalam ragaan bisnis usaha kecil-menengah dan koperasi yang menjadi target affirmative action policy. Bahkan sangat mungkin terjadi suatu proses yang bersifat counter-productive, karena asumsi awal yang dianut adalah usaha kecil-menengah dan koperasi yang merupakan ciri ekonomi kerakyatan Indonesia tumbuh secara natural karena adanya sejumlah potensi ekonomi disekelilingnya. Mulanya mereka tumbuh tanpa adanya insentif artifisial apapun, atau dengan kata lain hanya mengandalkan naluri usaha dan kelimpahan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, serta peluang pasar. Modal dasar yang dimiliki inilah yang seharusnya ditumbuhkembangkan dalam suatu mekanisme pasar yang sehat. Bukan sebaliknya ditiadakan dengan menciptakan ketergantungan model baru pada kebijakan keberpihakan dimaksud.
Selanjutnya, pemerintah harus mempunyai ancangan yang pasti tentang kapan seharusnya pemerintah mengurangi bentuk campur tangan dalam affirmative action policynya, untuk mendorong ekonomi kerakyatan berkembang secara sehat. Oleh karena itu, diperlukan adanya kajian ekonomi yang akurat tentang timing dan process di mana pemerintah harus mengurangi bentuk keberpihakannya pada usaha kecil-menengah dan koperasi dalam pembangunan ekonomi rakyat. Isu ini perlu mendapat perhatian tersendiri, karena sampai saat ini masih banyak pihak (di luar UKM dan Koperasi) yang memanfaatkan momen keberpihakan pemerintah ini sebagai free-rider. Justru kelompok ini yang enggan mendorong adanya proses phasing-out untuk mengkerasi mekanisme pasar yang sehat dalam rangka mendorong keberhasilan program ekonomi kerakyatan. Kita semua masih mengarahkan seluruh energi untuk mendukung program keberpihakan pemerintah pada UKM dan koperasi sesuai dengan tuntutan TAP MPR. Tapi kita lupa bahwa ada tahapan lainnya yang penting dalam program keberpihakan dimaksud, yaitu phasing-out process yang harus pula dipersiapkan sejak awal. Kalau tidak, maka sekali lagi kita akan mengulangi kegagalan yang sama seperti apa yang terjadi selama masa pemerintahan orde baru.
Daftar Pustaka
• http://succesary.wordpress.com/2008/12/10/sistem-ekonomi-kerakyatan/
• RimbunPratama /JURNALEKONOMIRAKYAT.htm
• Abimanyu, Anggito. 2000, Ekonomi Indonesia Baru, kajian dan alternatif solusi menuju pemulihan, Elex Media Komputindo, Jakarta.
• Asy’arie, Musa. 2001, Keluar dari Krisis Multi Dimensi, Lembaga Studi Filsafat Islam, Yogyakarta.
• Gillis, Malcolm; Perkins, Dwight, H., Roemer Donald R. 1987, Economics of Development, 2nd Ed. W.W.Norton & Companny, New York.
• Kleden, Ignas. 2000, Persepsi dan Mispersepsi tentang Pemulihan Ekonomi Indonesia, Pokok-Pokok pikiran dalam Menggugat Masa Lalu, Menggagas Masa Depan Ekonomi Indonesia, PT. Kompas Media Nusantara, Jakarta.
• Gubernur Nusa Tenggara Timur, 2002, Laporan disampaikan pada kunjungan Menteri Pertanian Republik Indonesia di Propinsi Nusa Tenggara Timur, tidak dipublikasikan.
• Prawirokusumo, Soeharto. 2001, Ekonomi Rakyat, Kosep, Kebijakan, dan Strategi, BPFE, Yogyakarta.
• Simanjuntak, Djisman, S. 2000, Ekonomi Pasar Sosial Indonesia, dalam Menggugat Masa Lalu, Menggagas Masa Depan Ekonomi Indonesia, PT. Kompas Media Nusantara, Jakarta.
• Tara, Azwir Dainy, 2001, Strategi Membangun Ekonomi Rakyat, Nuansa Madani, Jakarta.
Dalam era reformasi sekarang ini,kita sering mendengar tentang sistem ekonomi kerakyatan yang dibandingkan dengan sistem ekonomi neoliberal. Pada tulisan sebelumnya kita membahas tentang sistem ekonomi neoliberal, dan sekarang mari kita membahas tentang apa sebenarnya sistem ekonomi kerakyatan itu?
Sistem Ekonomi Kerakyatan adalah Sistem Ekonomi Nasional Indonesia yang berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, bermoral Pancasila, dan menunjukkan pemihakan sungguh-sungguh pada ekonomi rakyat.
Ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan ekonomi rakyat. Dimana ekonomi rakyat sendiri adalah sebagai kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat kebanyakan (popular) yang dengan secara swadaya mengelola sumberdaya ekonomi apa saja yang dapat diusahakan dan dikuasainya, yang selanjutnya disebut sebagai Usaha Kecil dan Menegah (UKM) terutama meliputi sektor pertanian, peternakan, kerajinan, makanan, dsb., yang ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan keluarganya tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat lainnya.
Secara ringkas Konvensi ILO169 tahun 1989 memberi definisi ekonomi kerakyatan adalah ekonomi tradisional yang menjadi basis kehidupan masyarakat local dalam mempertahan kehidupannnya. Ekonomi kerakyatan ini dikembangkan berdasarkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat local dalam mengelola lingkungan dan tanah
mereka secara turun temurun. Aktivitas ekonomi kerakyatan ini terkait dengan ekonomi sub sisten antara lain pertanian tradisional seperti perburuan, perkebunan, mencari ikan, dan lainnnya kegiatan disekitar lingkungan alamnya serta kerajinan tangan dan industri rumahan. Kesemua kegiatan ekonomi tersebut dilakukan dengan pasar tradisional dan berbasis masyarakat, artinya hanya ditujukan untuk menghidupi dan memenuhi kebutuhan hidup
masyarakatnya sendiri. Kegiatan ekonomi dikembangkan untuk membantu dirinya sendiri dan masyarakatnya, sehingga tidak mengekploitasi sumber daya alam yang ada.
Gagasan ekonomi kerakyatan dikembangkan sebagai upaya alternatif dari para ahli ekonomi Indonesia untuk menjawab kegagalan yang dialami oleh negara negara berkembang termasuk Indonesia dalam menerapkan teori pertumbuhan. Penerapan teori pertumbuhan yang telah membawa kesuksesan di negara negara kawasan Eropa ternyata telah menimbulkan kenyataan lain di sejumlah bangsa yang berbeda. Salah satu harapan agar hasil dari pertumbuhan tersebut bisa dinikmati sampai pada lapisan masyarakat paling bawah, ternyata banyak rakyat di lapisan bawah tidak selalu dapat menikmati cucuran hasil pembangunan yang diharapkan itu. Bahkan di kebanyakan negara negara yang sedang berkembang, kesenjangan sosial ekonomi semakin melebar. Dari pengalaman ini, akhirnya dikembangkan berbagai alternatif terhadap konsep pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan. Pertumbuhan ekonomi tetap merupakan pertimbangan prioritas, tetapi pelaksanaannya harus serasi dengan pembangunan nasional yang berintikan pada manusia pelakunya.
Pembangunan yang berorientasi kerakyatan dan berbagai kebijaksanaan yang berpihak pada kepentingan rakyat. Dari pernyataan tersebut jelas sekali bahwa konsep, ekonomi kerakyatan dikembangkan sebagai upaya untuk lebih mengedepankan masyarakat. Dengan kata lain konsep ekonomi kerakyatan dilakukan sebagai sebuah strategi untuk
membangun kesejahteraan dengan lebih mengutamakan pemberdayaan masyarakat. Menurut Guru Besar, FE UGM ( alm ) Prof. Dr. Mubyarto, sistem Ekonomi kerakyatan adalah system ekonomi yang berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, dan menunjukkan pemihakan sungguh – sungguhpada ekonomi rakyat Dalam praktiknya, ekonomi kerakyatan dapat dijelaskan juga sebagai ekonomi jejaring ( network ) yang menghubung – hubungkan
sentra – sentra inovasi, produksi dan kemandirian usaha masyarakat ke dalam suatu jaringan berbasis teknologi informasi, untuk terbentuknya jejaring pasar domestik diantara sentara dan pelaku usaha masyarakat.
Sebagai suatu jejaringan, ekonomi kerakyatan diusahakan untuk siap bersaing dalam era globalisasi, dengan cara mengadopsi teknologi informasi dan sistem manajemen yang paling canggih sebagaimana dimiliki oleh lembaga “ lembaga bisnis internasional, Ekonomi kerakyatan dengan sistem kepemilikan koperasi dan publik. Ekomomi kerakyatan sebagai antitesa dari paradigma ekonomi konglomerasi berbasis produksi masal ala Taylorism. Dengan demikian Ekonomi kerakyatan berbasis ekonomi jaringan harus mengadopsi teknologi tinggi sebagai faktor pemberi nilai tambah terbesar dari proses ekonomi itu sendiri. Faktor skala ekonomi dan efisien yang akan menjadi dasar kompetisi bebas menuntut keterlibatan jaringan ekonomi rakyat, yakni berbagai sentra-sentra kemandirian ekonomi rakyat, skala besar kemandirian ekonomi rakyat, skala besar dengan pola pengelolaan yang menganut model siklus terpendek dalam bentuk yang sering disebut dengan pembeli .
Berkaitan dengan uraian diatas, agar sistem ekonomi kerakyatan tidak hanya berhenti pada tingkat wacana, sejumlah agenda konkret ekonomi kerakyatan harus segera diangkat kepermukaan. Secara garis besar ada lima agenda pokok ekonomi kerakyatan yang harus segera diperjuangkan. Kelima agenda tersebut merupakan inti dari poitik ekonomi kerakyatan dan menjadi titik masuk ( entry point) bagi terselenggarakannya system ekonomi kerakyatan dalam jangka panjang = Peningkatan disiplin pengeluaran anggaran dengan tujuan utama memerangi praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam segala bentuknya; Penghapusan monopoli melalui penyelenggaraan mekanisme ; persaingan yang berkeadilan ( fair competition) ; Peningkatan alokasi sumber-sumber penerimaan negara kepada pemerintah daerah.; Penguasaan dan redistribusi pemilikan lahan pertanian kepada petani penggarap ; Pembaharuan UU Koperasi dan pendirian koperasi-koperasi dalam berbagai bidang usaha dan kegiatan.
Yang perlu dicermati peningkatan kesejahteraan rakyat dalam konteks ekonomi kerakyatan tidak didasarkan pada paradigma lokomatif, melainkan pada paradigma fondasi. Artinya, peningkatan kesejahteraan tak lagi bertumpu pada
dominasi pemerintah pusat, modal asing dan perusahaan konglomerasi, melainkan pada kekuatan pemerintah daerah, persaingan yang berkeadilan, usaha pertanian rakyat sera peran koperasi sejati, yang diharapkan mampu berperan sebagai fondasi penguatan ekonomi rakyat. Strategi pembangunan yang memberdayakan ekonomi rakyat
merupakan strategi melaksanakan demokrasi ekonomi yaitu produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dan dibawah pimpinan dan pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat lebih diutamakan ketimbang kemakmuran orang seorang. Maka kemiskinan tidak dapat ditoleransi sehingga setiap kebijakan dan program pembangunan harus memberi manfaat pada mereka yang paling miskin dan paling kurang sejahtera. Inilah pembangunan generasi mendatang sekaligus memberikan jaminan sosial bagi mereka yang paling miskin dan tertinggal.
Yang menjadi masalah, struktur kelembagaan politik dari tingkat Kabupaten sampai ke tingkat komunitas yang ada saat ini adalah lebih merupakan alat control birokrasi terhadap masyarakat. Tidak mungkin ekonomi kerakyatan di wujudkan tanpa restrukturisasi kelembagaan politik di tingkat Distrik. Dengan demikian persoalan pengembangan
ekonomi rakyat juga tidak terlepas dari kelembagaan politik di tingkat Distrik. Untuk itu mesti tercipta iklim politik yang kondusif bagi pengembangan ekonomi rakyat. Di tingkat kampung dan Distrik bisadimulai dengan pendemokrasian pratana sosial politik, agar benar-benar yang inklusif dan partisiporis di tingkat Distrik untuk menjadi partner dan penekan birokrasi kampung dan Distrik agar memenuhi kebutuhan pembangunan rakyat.
Syarat mutlak berjalannya sistem ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial
• berdaulat di bidang politik
• mandiri di bidang ekonomi
• berkepribadian di bidang budaya
Yang mendasari paradigma pembangunan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial
• penyegaran nasionalisme ekonomi melawan segala bentuk ketidakadilan sistem dan kebijakan ekonomi
• pendekatan pembangunan berkelanjutan yang multidisipliner dan multikultural
• pengkajian ulang pendidikan dan pengajaran ilmu-ilmu ekonomi dan sosial di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi
Sekilas tentang Sistem Ekonomi Kerakyatan
Bung Hatta dalam Daulat Rakyat (1931) menulis artikel berjudul Ekonomi Rakyat dalam Bahaya, sedangkan Bung Karno 3 tahun sebelumnya (Agustus 1930) dalam pembelaan di Landraad Bandung menulis nasib ekonomi rakyat sebagai berikut:
“Ekonomi Rakyat oleh sistem monopoli disempitkan, sama sekali didesak dan dipadamkan (Soekarno, Indonesia Menggugat, 1930: 31)”
Jika kita mengacu pada Pancasila dasar negara atau pada ketentuan pasal 33 UUD 1945, maka memang ada kata kerakyatan tetapi harus tidak dijadikan sekedar kata sifat yang berarti merakyat. Kata kerakyatan sebagaimana bunyi sila ke-4 Pancasila harus ditulis lengkap yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang artinya tidak lain adalah demokrasi ala Indonesia. Jadi ekonomi kerakyatan adalah (sistem) ekonomi yang demokratis. Pengertian demokrasi ekonomi atau (sistem) ekonomi yang demokratis termuat lengkap dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi:
“Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.
Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang! Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-orang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya.
Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada di tangan orang-seorang.
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Memang sangat disayangkan bahwa penjelasan tentang demokrasi ekonomi ini sekarang sudah tidak ada lagi karena seluruh penjelasan UUD 1945 diputuskan MPR untuk dihilangkan dengan alasan naif, yang sulit kita terima, yaitu “di negara negara lain tidak ada UUD atau konstitusi yang memakai penjelasan.
Tujuan yang diharapkan dari penerapan Sistem Ekonomi Kerakyatan
• Membangun Indonesia yang berdikiari secara ekonomi, berdaulat secara politik, dan berkepribadian yang berkebudayaan
• Mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan
• Mendorong pemerataan pendapatan rakyat
• Meningkatkan efisiensi perekonomian secara nasional
LIMA HAL POKOK YANG HARUS SEGERA DIPERJUANGKAN AGAR SISTEM EKONOMI KERAKYATAN TIDAK HANYA MENJADI WACANA SAJA
1. Peningkatan disiplin pengeluaran anggaran dengan tujuan utama memerangi praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam segala bentuknya
2. Penghapusan monopoli melalui penyelenggaraan mekanisme persaingan yang berkeadilan (fair competition)
3. Peningkatan alokasi sumber-sumber penerimaan negara kepada pemerintah daerah
4. Penguasaan dan redistribusi pemilikan lahan pertanian kepada petani penggarap
5. Pembaharuan UU Koperasi dan pendirian koperasi-koperasi “ sejati” dalam berbagai bidan usaha dan kegiatan. Yang perlu dicermati, peningkatan kesejahteraan rakyat dalam konteks ekonomi kerakyatan tidak didasarkan pada paradigma lokomatif, melainkan pada paradigma fondasi.
EKONOMI KERAKYATAN DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI RAKYAT:
SUATU KAJIAN KONSEPTUAL
Ekonomi Kerakyatan dan Sistem Ekonomi Pasar
Ekonomi rakyat tumbuh secara natural karena adanya sejumlah potensi ekonomi disekelilingnya. Mulanya mereka tumbuh tanpa adanya insentif artifisial apapun, atau dengan kata lain hanya mengandalkan naluri usaha dan kelimpahan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, serta peluang pasar. Perlu dipahami bahwa dalam ruang ekonomi nasional pun terdapat sejumlah aktor ekonomi (konglomerat) dengan bentuk usaha yang kontras dengan apa yang diragakan oleh sebagian besar pelaku ekonomi rakyat. Memiliki modal yang besar, mempunyai akses pasar yang luas, menguasai usaha dari hulu ke hilir, menguasai teknologi produksi dan menejemen usaha modern. Kenapa mereka tidak digolongkan juga dalam ekonomi kerakyatan?. Karena jumlahnya hanya sedikit sehingga tidak merupakan representasi dari kondisi ekonomi rakyat yang sebenarnya. Atau dengan kata lain, usaha ekonomi yang diragakan bernilai ekstrim terhadap totalitas ekonomi nasional. Golongan yang kedua ini biasanya (walaupun tidak semua) lebih banyak tumbuh karena mampu membangun partner usaha yang baik dengan penguasa sehingga memperoleh berbagai bentuk kemudahan usaha dan insentif serta proteksi bisnis. Mereka lahir dan berkembang dalam suatu sistem ekonomi yang selama ini lebih menekankan pada peran negara yang dikukuhkan (salah satunya) melalui pengontrolan perusahan swasta dengan rezim insentif yang memihak serta membangun hubungan istimewa dengan pengusaha-pengusaha yang besar yang melahirkan praktik-praktik anti persaingan.
Lahirnya sejumlah pengusaha besar (konglomerat) yang bukan merupakan hasil derivasi dari kemampuan menejemen bisnis yang baik menyebabkan fondasi ekonomi nasional yang dibangun berstruktur rapuh terhadap persaingan pasar. Mereka tidak bisa diandalkan untuk menopang perekonomian nasional dalam sistem ekonomi pasar. Padahal ekonomi pasar diperlukan untuk menentukan harga yang tepat (price right) untuk menentukan posisi tawar-menawar yang imbang. Saya perlu menggaris bawahi bahwa yang patut mendapat kesalahan terhadap kegagalan pembangunan ekonomi nasional selama regim orde baru adalah implementasi kebijakan pembangunan ekonomi nasional yang tidak tepat dalam sistem ekonomi pasar, bukan ekonomi pasar itu sendiri. Dalam pemahaman seperti ini, saya merasa kurang memiliki justifikasi empirik untuk mempertanyakan kembali sistem ekonomi pasar, lalu mencari suatu sistem dan paradigma baru di luar sistem ekonomi pasar untuk dirujuk dalam pembangunan ekonomi nasional. Bagi saya dunia “pasar” Adam Smith adalah suatu dunia yang indah dan adil untuk dibayangkan. Tapi sayangnya sangat sulit untuk diacu untuk mencapai keseimbangan dalam tatanan perekonomian nasional. Karena konsep “pasar” yang disodorkan oleh Adam Smit sesungguhnya tidak pernah ada dan tidak pernah akan ada. Namun demikian tidak harus diartikan bahwa konsep pasar Adam Smith yang relatif bersifat utopis ini harus diabaikan. Persepektif yang perlu dianut adalah bahwa keindahan, keadilan dan keseimbangan yang dibangun melalui mekanisme “pasar”nya Adam Smith adalah sesuatu yang harus diakui keberadaannya, minimal telah dibuktikan melalui suatu review teoritis. Yang perlu dilakukan adalah upaya untuk mendekati kondisi indah, adil, dan seimbang melalui berbagai regulasi pemerintah sebagai wujud intervensi yang berimbang dan kontekstual. Bukan sebaliknya membangun suatu format lain di luar “ekonomi pasar” untuk diacu dalam pembangunan ekonomi nasional, yang keberhasilannya masih mendapat tanda tanya besar atau minimal belum dapat dibuktikan melalui suatu kajian teoritis-empiris.
Mari kita membedah lebih jauh tentang konsep ekonomi kerakyatan. Pengalaman pembangunan ekonomi Indonesia yang dijalankan berdasarkan mekanisme pasar sering tidak berjalan dengan baik, khusunya sejak masa orde baru. Kegagalan pembangunan ekonomi yang diragakan berdasarkan mekanisme pasar ini antara lain karena kegagalan pasar itu sendiri, intervensi pemerintah yang tidak benar, tidak efektifnya pasar tersebut berjalan, dan adanya pengaruh eksternal. Kemudian sejak sidang istimewa (SI) 1998, dihasilkan suatu TAP MPR mengenai Demokrasi Ekonomi, yang antara lain berisikan tentang keberpihakan yang sangat kuat terhadap usaha kecil-menengah serta koperasi. Keputusan politik ini sebenarnya menandai suatu babak baru pembangunan ekonomi nasional dengan perspektif yang baru, di mana bangun ekonomi yang mendominasi regaan struktur ekonomi nasional mendapat tempat tersendiri. Komitmen pemerintah untuk mengurangi gap penguasaan aset ekonomi antara sebagian besar pelaku ekonomi di tingkat rakyat dan sebagian kecil pengusaha besar (konglomerat), perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak. Hasil yang diharapkan adalah terciptanya struktur ekonomi yang berimbang antar pelaku ekonomi dalam negeri, demi mengamankan pencapaian target pertumbuhan (growth) (Gillis et al., 1987). Bahwa kegagalan kebijakan pembangunan ekonomi nasional masa orde baru dengan keberpihakan yang berlebihan terhadap kelompok pengusaha besar perlu diubah. Sudah saatnya dan cukup adil jika pengusaha kecil –menengah dan bangun usaha koperasi mendapat kesempatan secara ekonomi untuk berkembang sekaligus mengejar ketertinggalan yang selama ini mewarnai buruknya tampilan struktur ekonomi nasional. Sekali lagi, komitmen politik pemerintah ini perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak. Hal yang masih kurang jelas dalam TAP MPR dimaksud adalah apakah perspektif pembangunan nasional dengan keberpihakan kepada usaha kecil-menengah dan koperasi ini masih dijalankan melalui mekanisme pasar? Dalam arti apakah intervensi pemerintah dalam bentuk keberpihakan kepada usaha kecil-menengah dan koperasi ini adalah benar-benar merupakan affirmative action untuk memperbaiki distorsi pasar yang selama ini terjadi karena bentuk campur tangan pemerintah dalam pasar yang tidak benar? Ataukah pemerintah mulai ragu dengan bekerjanya mekanisme pasar itu sendiri sehingga berupaya untuk meninggalkannya dan mencoba merujuk pada suatu mekanisme sistem ekonomi yang baru ?. Nampaknya kita semua berada pada pilahan yang dilematis. Mau meninggalkan mekanisme pasar dalam sistem ekonomi nasional, kita masih ragu-ragu, karena pengalaman keberhasilan pembangunan ekonomi negara-negara maju saat ini selalu merujuk pada bekerjanya mekanisme pasar. Mau merujuk pada bekerja suatu mekanisme yang baru (apapun namanya), dalam prakteknya belum ada satu negarapun yang cukup berpengalaman serta yang paling penting menunjukkan keberhasilan nyata, bahkan kita sendiri belum berpengalaman (ibarat membeli kucing dalam karung). Bukti keragu-raguan ini tercermin dalam TAP MPR hasil sidang istimewa itu sendiri, dimana demokrasi ekonomi nasional tidak semata-mata dijalankan dengan keberpihakan habis-habisan pada usaha kecil-menengah dan koperasi, tapi perusahaan swasta besar dan BUMN tetap mendapat tempat bahkan mempunyai peran yang sangat strategis.
Bagi saya, sebenarnya keragu-raguan ini tidak perlu terjadi, jika kita semua jernih melihat dan jujur untuk mengakui bahwa kegagalan-kegagalan pembangunan ekonomi nasional selama ini terjadi bukan disebabkan oleh karena ketidakmampuan mekanisme pasar mendukung keberhasilan pembangunan ekonomi nasional, tetapi lebih disebabkan karena pasar sendiri tidak diberi kesempatan untuk bekerja secara baik. Bentuk campur tangan pemerintah (orde baru) yang seharusya diarahkan untuk menjamin bekerjanya mekanisme pasar guna mendukung keberhasilan pembangunan ekonomi nasional, ternyata dalam prakteknya lebih diarahkan pada keberpihakan yang berlebihan pada pengusaha besar (konglomerat) dalam bentuk insentif maupun regim proteksi yang ekstrim. Pengalaman pembangunan ekonomi nasional dengan kebijakan proteksi bagi kelompok industri tertentu (yang diasumsikan sebagai infant industry) dan diharapkan akan menjadi “lokomotif “ yang akan menarik gerbong ekonomi lainnya, pada akhirnya bermuara pada incapability dan inefficiency dari industri yang bersangkutan (contoh kebijakan pengembangan industri otomotif). Periode waktu yang telah ditetapkan untuk berkembang menjadi suatu bisnis yang besar dalam skala dan skop serta melibatkan sejumlah besar pelaku ekonomi di dalamnya, menjadi tidak bermakna saat dihadapkan pada kenyataan bahwa bisnis yang bersangkutan masih tetap berada pada level perkembangan “bayi”, karena dimanjakan oleh berbagai insentif dan berbagai bentuk proteksi.
Saya juga kurang setuju dengan pendapat bahwa mekanisme pasar tidak dapat menjalankan fungsi sosial dalam pembangunan ekonomi nasional. Pendapat seperti ini juga tidak benar secara absolut. Buktinya negara-negara maju yang selalu merujuk pada bekerjanya mekanisme pasar secara baik, mampu menjalankan fungsi sosial dalam pembangunan ekonominya secara baik pula. Sudah menjadi pengetahuan yang luas bahwa negara-negara maju (termasuk beberapa negara berkembang, seperti Singapura) mempunyai suatu sistem social security jangka panjang (yang berfungsi secara permanen) untuk membantu kelompok masyarakat yang inferior dalam kompetisi memperoleh akses ekonomi. Justru negara-negara yang masih setengah hati mendorong bekerjanya mekanisme pasar (seperti Indonesia) tidak mampu menjalankan fungsi sosial dalam pembangunan ekonominya secara mantap. Sebenarnya sudah banyak program jaminan sosial temporer semacam JPS di Indonesia, namun pelaksanaannya masih jauh dari memuaskan, karena kurang mantapnya perencanaan, terjadi banyak penyimpangan dalam implementasi, serta lemahnya pengawasan.
Fungsi sosial dapat berjalan dengan baik dalam mekanisme pasar, jika ada intervensi pemerintah melalui perpajakan, instrumen distribusi kekayaan dan pendapatan, sistem jaminan sosial, sistem perburuhan, dsb. Ini yang namanya affirmative action yang terarah oleh pemerintah dalam mekanisme pasar (Bandingkan dengan pendapat Anggito Abimanyu, 2000).
Jadi yang salah selama ini bukan mekanisme pasar, tetapi kurang adanya affirmative action yang jelas oleh pemerintah demi menjamin bekerjanya mekanisme pasar. Yang disebut dengan affirmative action seharusnya lebih dutujukkan pada disadvantage group (sebagian besar rakyat kecil), bukan sebaliknya pada konglomerat. Kalau begitu logikanya, maka kurang ada justifikasi logis yang jelas untuk mengabaikan bekerjanya mekanisme pasar dalam mendukung keberhasilan pembangunan ekonomi nasional. Apalagi dengan merujuk pada suatu mekanisme sistem ekonomi yang baru. Ini sama artinya dengan “sakit di kaki, kepala yang dipenggal”. Bagi saya, harganya terlalu mahal bagi rakyat jika kita mencoba-coba dengan sesuatu yang tidak pasti. Pada saat yang sama, rakyat sudah terlalu lama menunggu dengan penuh pengorbanan, untuk melihat keberhasilan pembangunan ekonomi nasional yang dapat dinikmati secara bersama.
Perlu dicatat, bahwa disamping obyek keberpihakan selama pemerintah orde baru dalam kebijakan ekonomi nasionalnya salah alamat, pemerintah sendiri kurang mempunyai acuan yang jelas tentang kapan seharusnya phasing-out process diintrodusir dalam tahapan intervensi, demi mengkreasi bekerjanya mekanisme pasar dalam program pembangunan ekonomi nasional. Akibatnya tidak terjadi proses pendewasaan (maturity) terhadap obyek keberpihakan (dalam mekanisme pasar) untuk mengambil peran sebagai lokomotif keberhasilan pembangunan ekonomi nasional.
Pertanyaan selanjutnya adalah apa yang salah atau kurang sempurna dengan konsep ekonomi kerakyatan?. Sejak awal saya katakan bahwa semua pihak perlu mendukung affirmative action policy pada usaha kecil-menengah dan koperasi yang diambil oleh pemerintah sesuai dengan tuntutan TAP MPR. Pembangunan harus dikembangkan dengan berbasiskan ekonomi domestik (bila perlu pada daerah kabupaten/kota) dengan tingkat kemandirian yang tinggi, kepercayaan diri dan kesetaraan, meluasnya kesempatan berusaha dan pendapatan, partisipatif, adanya persaingan yang sehat, keterbukaan/demokratis, dan pemerataan yang berkeadilan. Semua ini merupakan ciri-ciri dari Ekonomi Kerakyatan yang kita tuju bersama (Prawirokusumo, 2001). Kita akan membahas lebih jauh tentang kekurangan konsep ekonomi kerakyatan yang di dengungkan oleh pemerintah pada sub-pokok bahasan di bawah ini.
Ekonomi Kerakyatan dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat
Perlu digarisbawahi bahwa ekonomi kerakyatan tidak bisa hanya sekedar komitmen politik untuk merubah kecenderungan dalam sistem ekonomi orde baru yang amat membela kaum pengusaha besar khususnya para konglomerat. Perubahan itu hendaknya dilaksanakan dengan benar-benar memberi perhatian utama kepada rakyat kecil lewat program-program operasional yang nyata dan mampu merangsang kegiatan ekonomi produktif di tingkat rakyat sekaligus memupuk jiwa kewirausahaan. Tidak dapat disangkal bahwa membangun ekonomi kerakyatan membutuhkan adanya komitmen politik (political will), tetapi menyamakan ekonomi kerakyatan dengan praktek membagi-bagi uang kepada rakyat kecil (saya tidak membuat penilaian terhadap sistem JPS), adalah sesuatu kekeliruan besar dalam perspektif ekonomi kerakyatan yang benar. Praktek membagi-bagi uang kepada rakyat kecil sangat tidak menguntungkan pihak manapun, termasuk rakyat kecil sendiri (Bandingkan dengan pendapat Ignas Kleden, 2000). Pendekatan seperti ini jelas sangat berbeda dengan apa yang dimaksud dengan affirmative action. Aksi membagi-bagi uang secara tidak sadar menyebabkan usaha kecil-menengah dan koperasi yang selama ini tidak berdaya untuk bersaing dalam suatu mekanisme pasar, menjadi sangat tergantung pada aksi dimaksud. Sebenarnya yang harus ada pada tangan obyek affirmative action adalah kesempatan untuk berkembang dalam suatu mekanisme pasar yang sehat, bukan cash money/cash material. Jika pemahaman ini tidak dibangun sejak awal, maka saya khawatir cerita keberpihakan yang salah selama masa orde baru kembali akan terulang. Tidak terjadi proses pendewasaan (maturity) dalam ragaan bisnis usaha kecil-menengah dan koperasi yang menjadi target affirmative action policy. Bahkan sangat mungkin terjadi suatu proses yang bersifat counter-productive, karena asumsi awal yang dianut adalah usaha kecil-menengah dan koperasi yang merupakan ciri ekonomi kerakyatan Indonesia tumbuh secara natural karena adanya sejumlah potensi ekonomi disekelilingnya. Mulanya mereka tumbuh tanpa adanya insentif artifisial apapun, atau dengan kata lain hanya mengandalkan naluri usaha dan kelimpahan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, serta peluang pasar. Modal dasar yang dimiliki inilah yang seharusnya ditumbuhkembangkan dalam suatu mekanisme pasar yang sehat. Bukan sebaliknya ditiadakan dengan menciptakan ketergantungan model baru pada kebijakan keberpihakan dimaksud.
Selanjutnya, pemerintah harus mempunyai ancangan yang pasti tentang kapan seharusnya pemerintah mengurangi bentuk campur tangan dalam affirmative action policynya, untuk mendorong ekonomi kerakyatan berkembang secara sehat. Oleh karena itu, diperlukan adanya kajian ekonomi yang akurat tentang timing dan process di mana pemerintah harus mengurangi bentuk keberpihakannya pada usaha kecil-menengah dan koperasi dalam pembangunan ekonomi rakyat. Isu ini perlu mendapat perhatian tersendiri, karena sampai saat ini masih banyak pihak (di luar UKM dan Koperasi) yang memanfaatkan momen keberpihakan pemerintah ini sebagai free-rider. Justru kelompok ini yang enggan mendorong adanya proses phasing-out untuk mengkerasi mekanisme pasar yang sehat dalam rangka mendorong keberhasilan program ekonomi kerakyatan. Kita semua masih mengarahkan seluruh energi untuk mendukung program keberpihakan pemerintah pada UKM dan koperasi sesuai dengan tuntutan TAP MPR. Tapi kita lupa bahwa ada tahapan lainnya yang penting dalam program keberpihakan dimaksud, yaitu phasing-out process yang harus pula dipersiapkan sejak awal. Kalau tidak, maka sekali lagi kita akan mengulangi kegagalan yang sama seperti apa yang terjadi selama masa pemerintahan orde baru.
Daftar Pustaka
• http://succesary.wordpress.com/2008/12/10/sistem-ekonomi-kerakyatan/
• RimbunPratama /JURNALEKONOMIRAKYAT.htm
• Abimanyu, Anggito. 2000, Ekonomi Indonesia Baru, kajian dan alternatif solusi menuju pemulihan, Elex Media Komputindo, Jakarta.
• Asy’arie, Musa. 2001, Keluar dari Krisis Multi Dimensi, Lembaga Studi Filsafat Islam, Yogyakarta.
• Gillis, Malcolm; Perkins, Dwight, H., Roemer Donald R. 1987, Economics of Development, 2nd Ed. W.W.Norton & Companny, New York.
• Kleden, Ignas. 2000, Persepsi dan Mispersepsi tentang Pemulihan Ekonomi Indonesia, Pokok-Pokok pikiran dalam Menggugat Masa Lalu, Menggagas Masa Depan Ekonomi Indonesia, PT. Kompas Media Nusantara, Jakarta.
• Gubernur Nusa Tenggara Timur, 2002, Laporan disampaikan pada kunjungan Menteri Pertanian Republik Indonesia di Propinsi Nusa Tenggara Timur, tidak dipublikasikan.
• Prawirokusumo, Soeharto. 2001, Ekonomi Rakyat, Kosep, Kebijakan, dan Strategi, BPFE, Yogyakarta.
• Simanjuntak, Djisman, S. 2000, Ekonomi Pasar Sosial Indonesia, dalam Menggugat Masa Lalu, Menggagas Masa Depan Ekonomi Indonesia, PT. Kompas Media Nusantara, Jakarta.
• Tara, Azwir Dainy, 2001, Strategi Membangun Ekonomi Rakyat, Nuansa Madani, Jakarta.
Langganan:
Postingan (Atom)